Food Crisis
Perspektif pertama datang dari kaum Neomalthusians. Mereka dapat dikatakan sebagai golongan pesimistis yang menganggap bahwa pertambahan jumlah penduduk bumi yang tidak dapat dikendalikan akan mengakibatkan sebuah krisis pangan dimana tidak semua orang mendapatkan apa yang disebut dengan food security. Argumen mereka sederhana, jumlah manusia selalu meningkat dengan eksponensial (1 > 2 > 4 > 8) sementara kesediaan pangan meningkat dengan normal (1 > 2 > 3 > 4). Oleh sebab itu, mereka menawarkan sebuah solusi untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk.
Berbeda dengan Neomalthusians, golongan kedua, Cornucopians, justru bersikap optimistis dengan berasumsi bahwa meskipun jumlah manusia nantinya akan melebihi jumlah kesediaan pangan, namun dari manusia-manusia yang sangat bayak tersebut pasti akan melahirkan sebuah teknologi baru yang dapat mengatasi krisis pangan tersebut. Hal ini dibuktikan di negara-negara maju dimana mereka dapat meciptakan industri pangan yang melipatgandakan kesediaan pangan. Jadi, berebeda dengan Neomalthusians yang menyarankan pengendalian jumlah penduduk, Cornucopians menyarankan untuk melipatgandakan kesediaan pangan.
Permasalahannya, kedua perspektif ini datang dari dua dunia dengan kondisi yang sangat berbeda. Pertama, perspektif Neomalthusians datang dari negara-negara berkembang yang baik SDA maupun SDM-nya tidak cukup berkualitas untuk menghasilkan industri pangan yang sangat baik. Sementara perpektif kedua datang dari negara-negara maju yang secara pendidikan dan kehidupan sudah sangat layak dan mampu menciptakan industri pangan yang mapan. Ditambah lagi, masalah di negara berkembang adalah orangnya selalu ingin menambah anak, sementara di negara maju orang-orangnya justru tidak ingin memiliki anak. Wajar saja jika mereka menerapkan dua solusi yang berbeda. Dengan kata lain, jika harus ditanya perpektif mana yang lebih baik, maka jawabannya adalah tergantung dari tempatnya.
Comments
Post a Comment