Menjadi Akademisi


                       

Menjadi seorang akademisi, itu adalah mimpiku. Aku menyadari bahwa di dunia ini ada banyak orang yang ingin melakukan perubahan, namun mereka tidak tahu bagaimana melakukannya. Mereka memiliki fisik yang kuat, sumber daya yang besar, koneksi yang banyak, tapi mereka tidak memiliki ide yang mampu mengarahkan semua hal yang dimilikinya pada perubahan. Aku ingin membantu orang-orang semacam itu, memberikan gagasan pada mereka, agar mereka mampu mengarahkan semua hal yang dimilikinya menuju perubahan yang besar. Itulah tugas mulia seorang akademisi, bagiku.

Sayangnya, negeri ini adalah negeri yang belum menghargai akademisi. Di Universitas, kita dididik untuk menjadi seorang pekerja, untuk menjadi sekrup dalam sistem, kalau menurut bahasanya mas Bima Arya. Padahal Universitas seharusnya menjadi tempat untuk mendidik manusia menjadi akademisi yang memiliki kapabilitas dan juga nilai-nilai moral untuk mempergunakan kapabilitasnya. Universitas seharusnya melahirkan pemikir, bukan pekerja, pemikir itulah yang nantinya akan menganalisis sistem ini dan melakukan perubahan. Kalau ingin mendidik pekerja, maka lakukanlah di Vokasi atau tempat kursus, tapi jangan lakukan di Universitas. Sebab kalau bukan di Universitas, dimana lagi kita bisa mendidik akademisi?

Kalaupun ada orang yang akhirnya menjadi akademisi, maka mereka tidak akan mendapat perhatian dari negeri ini. Mereka akan dipekerjakan di lembaga dengan fasilitas minim dan bayaran sedikit. Akibatnya, akademisi-akademisi ini akan mulai mengambil pekerjaan sampingan. Ada yang melacurkan keilmuannya untuk menjustifikasi tindakan yang melanggar hukum atau moral. Pada akhirnya akademisi Indonesia tidak akan mampu melahirkan pemikiran, karena mereka lebih fokus pada mengisi perutnya sendiri.

Sedih iya, tapi bukan berarti aku akan memupuskan mimpi ini. Suatu saat nanti orang-orang akan menyadari betapa pentingnya akademisi dalam kehidupan ini. Betapa mereka membutuhkan seseorang yang mampu melahirkan gagasan, bukan citra, bukan pula janji, tapi murni sebuah gagasan yang betul-betul mampu melakukan perubahan sampai ke akar-akarnya. Suatu saat itu pasti akan datang, pasti.

Comments

Popular posts from this blog

Kemerosotan Norma Keamanan Manusia dalam Kebijakan Imigrasi Australia Pasca-1992

Memahami Konstruktivisme

Richard Ned Lebow: Mengkonsepsi Ulang Ide Konstruksi Identitas 'Self' dan 'Other'

Memahami Politik Identitas

Pengaruh Ideologi Konfusianisme terhadap Hubungan Diplomatik Vietnam – China Kontemporer