Blood Diamond: Refleksi KAA 1955 dalam Konflik Berdarah Berlian Sierra Leone

Tulisan ini merupakan resume dari diskusi film "Blood Diamond" yang dilaksanakan oleh HIMAHI Paramadina pada 18 April 2013


18 April, 59 tahun yang lalu, sebuah konferensi yang dihadiri oleh 29 negara, yang mewakili lebih dari separuh penduduk dunia, digelar di Bandung, Indonesia. Pada pertemuan yang dinamai Konferensi Asia-Afrika (KAA) tersebut, Presiden Soekarno telah menyerukan kepada seluruh negara di Asia dan Afrika untuk menyatukan sikap melawan imperialisme Barat. Pada pertemuan tersebut, Indonesia telah menginjeksikan sebuah mimpi kepada bangsa-bangsa yang pernah tertindas bahwa mereka semua mampu menjadi bangsa yang besar, sejajar dengan negara-negara Barat yang pernah menindas mereka. Seharusnya, KAA dapat menjadi langkah awal untuk mewujudkan mimpi tersebut.

Namun, 59 tahun telah berlalu, dan mimpi yang dibangun dalam KAA 1955 tetap menjadi mimpi. Pada hari ini, kita dapat melihat bahwa bangsa-bangsa Asia dan Afrika masih dilanda perpecahan. Di Asia, perpecahan terjadi pada tingkat regional. Kondisi ini sangat umum terlihat pada negara-negara di Timur Tengah dan Asia Timur. Di Afrika, perpecahan bukan hanya terjadi di tingkat regional, namun sampai di tingkat nasional pula. 

Kondisi ini tercermin dari betapa maraknya Perang Saudara di negara-negara, seperti Sudan, Mali, Sierra Leone, sehingga desingan peluru dan suara ledakan dapat selalu terdengar setiap harinya. Kondisi ini semakin diperburuk dengan kenyataan bahwa negara-negara Barat memanfaatkan perpecahan yang terjadi di negara-negara Asia dan Afrika untuk mengeksploitasi sumber daya alam mereka. Di Asia, terutama Timur Tengah, perpecahan yang terjadi membuka kesempatan bagi negara Barat untuk mengeksploitasi minyak mentahnya. Sementara di Afrika, mereka mengeksploitasi sumber daya berliannya yang amat melimpah.

Film “Blood Diamond,” yang disutradari oleh Edwin Zwick, merupakan salah satu dari film Hollywood yang dapat menggambarkan dengan baik kondisi keseharian Afrika dimana peperangan antara pemerintah dan pemberontak terjadi hampir setiap hari. Dalam film yang mengambil konteks di Sierra Leone tersebut, Zwick berusaha menunjukkan betapa panasnya kondisi konflik di Afrika dan mengaitkannya dengan jaringan perdagangan gelap internasional (international illicit trade) melalui perspektif dua orang. Orang pertama adalah penduduk asli Sierra Leone yang kehidupannya dirampas karena dipaksa untuk bekerja di tambang berlian, sementara orang kedua adalah seorang pedagang berlian illegal yang memiliki koneksi dengan seorang pebisnis berlian ternama di London.

Melalui perspektif dua orang yang diceritakan dalam film “Blood Diamond,” kita dapat mengidentifikasi dua pola. Pertama, kita dapat melihat seperti apa pola-pola yang terjadi dalam konflik internal di Afrika. Kedua, kita dapat melihat seperti apa pola-pola yang terjadi dalam international illicit trade. Berdasarkan film tersebut, kedua pola ini ternyata memiliki kaitan dengan kepentingan perusahaan-perusahaan multinasional yang bermarkas di Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini semakin memperkuat indikasi adanya eksploitasi yang dilakukan oleh negara-negara Barat terhadap sumber daya berlian di Eropa.

RESUME DISKUSI

Emil Radiansyah, M.Si

Emil Radiansyah sebagai pembicara pertama membuka pembicaraan dengan melempar pertanyaan kepada audience menganai permasalahan apa saja yang terdapat di Afrika sebagaimana yang coba diekspos oleh film Blood Diamond tersebut. Menurut kisah yang diangkat dalam film Blood Diamond, terjadi eksploitasi terhadap Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia di Afrika. Afrika yang kaya akan minyak, pertambangan dan buruh yang murah merupakan sasaran empuk perusahaan multinasional. 

Penjarahan atas sumber daya alam ini menimbulkan kemiskinan bagi rakyat Afrika, kemiskinan mengakibatkan rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat Afrika. Perut yang lapar kemudian akan mudah meningkatkan kriminalitas dan konflik di masyarakat. Konflik konflik internal seperti ini yang menyebabkan sistem di Afrika tidak dapat berjalan dengan baik. Keadaan tersebut telah berlangsung sangat lama sehingga baik rakyat Afrika dan berbagai pihak diluar Afrika hanya memiliki harapan yang sangat kecil atau bahkan tidak lagi memiliki harapan tentang Afrika yang lebih baik.

Tetapi bagaimana kemudian konflik ini dapat berkembang dan bertahan di antara rakyat Afrika? Ternyata konflik ini tidak selamanya murni timbul dari gesekan antar kepentingan rakyat Afrika, tetapi konflik ini terjadi karna dibentuk dan sengaja dibuat oleh beberapa pihak yang memiliki kepentingan kepentingan tertentu atas Afrika. Kegagalan sistem menyebabkan anarki, dalam keadaan tanpa pihak yang berkuasa dan dapat mengatur kepentingan rakyatnya dengan baik, berbagai konflik akan merebak.

Sebagai negara yang masuk dalam kategori less developed country dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dapat dimanfaatkan, berbagai MNC kemudian masuk ke Afrika. Bagi Indonesia, MNC mungkin akan menjadi penyelamat karena investasi mereka yang besar akan meningkatkan nilai FDI Indonesia, dan sebagai negara yang berkembang dengan prospek yang baik trade yang dilakukan pihak asing dengan Indonesia dapat menimbulkan keuntungan bagi kedua negara. Tetapi bagi negara negara Afrika, kerja sama yang mereka lakukan dengan pihak asing sering kali merugikan bahkan bersifat eksploitatif, fair trade tidak dijalankan dengan baik di Afrika.

Apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat internasional yang perduli dengan fenomena yang terjadi di Afrika kemudian adalah menyorot permasalahan ini dan mengeksposnya ke lingkup internasional sehingga menimbulkan respon yang diharapkan akan membantu perbaikan kondisi Afrika dari masyarakat dunia lainnya. Salah satunya melalui film Blood Diamond ini yang diangkat dari kisah nyata yang menggambarkan bagaimana kondisi di Afrika.

Tetapi respon dari pihak pihak lain di luar Afrika tidak selamanya baik, berbagai bantuan finansial yang di berikan kepada Afrika oleh lembaga lembaga internasional sering kali dilakukan atas kepentingan tertentu. Misalnya bantuan untuk pembangunan sekolah sekolah di Afrika, meskipun bantuan ini adalah hal yang baik karena dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan akademis dan keterampilah. 

Tetapi dalam pelaksanaannya pendidikan yang diterapkan oleh sekolah ini adalah pendidikan berlatar belakang barat yang tidak cocok dengan kultur Afrika sehingga menimbulkan disintegrasi karena pendidikan yang diberikan tidak berdasarkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat Afrika, hal ini pada akhirnya tidak dapat meningkatkan kapasitas dan kepercayaan masyarakat Afrika terhadap kemampuan mereka dan kepada dunia internasional yang berupaya membantunya.

Tatok D. Sudiarto, MIB

Tatok D Sudiarto sebagai pembicara kedua mempermasalahkan fokus utama dalam film Blood Diamond yang lebih diutamakan ke orang-orang berkulit putih. Orang kulit hitam dalam film Blood Diamond menjadi tidak lebih dari sekedar objek yang membutuhkan pertolongan dari orang kulit putih atau bahkan sekedar latar belakang bagi orang-orang kulit putih ini berakting. Pak Tatok kemudian menjelaskan bahwa pada dasarnya semua permasalahan yang ada di Afrika itu disebabkan oleh aktor-aktor yang kebanyakan berasal dari negara Barat.

Satu hal yang perlu dipahami dari Afrika adalah kerumitan keterlibatan aktornya. Sangat banyak sekali aktor-aktor yang bermain dalam permasalahan di Afrika dan mendapat keuntungan dari permasalahan tersebut. Aktor pertama adalah Multinational Corporation. Mereka adalah aktor yang paling banyak mendapat keuntungan dari konflik berlian ini karena bisa mendapatkan berlian dengan harga murah untuk kemudian dijual dengan harga mahal di Eropa. Aktor kedua adalah pemerintah bayangan. Mereka mungkin adalah pemerintah yang memiliki otoritas dan diakui oleh komunitas internasional, namun pemerintah ini tidak bekerja untuk rakyat. Mereka lebih memilih untuk bekerja pada negara-negara maju yang senantiasa memberikan sumbangan finansial kepada mereka. Oleh sebab itu, pemerintah bayangan ini dapat dengan mudah mengizinkan negara-negara maju melalui MNC-nya untuk mengeksploitasi negaranya. Selain kedua aktor tadi, masih ada aktor seperti media, peneliti, penyelundup, dan masih banyak lagi. Semua aktor tadi mengambil keuntungan dari konflik yang terjadi di Afrika.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa pelajaran yang dapat kita ambil melalui film ini adalah hukum rimba ternyata masih berlaku di dunia manusia dimana pihak yang memiliki kekuatan lebih besar akan mampu membuat dan mempengaruhi pihak lain untuk melakukan apa yang diinginkannya sehingga penguasa ini selalu menjadi pemenang dan dapat mengatur berbagai hal agar dapat menguntungkan pihaknya. 

Perjuangan manusia di era moderen dan merdeka ini juga masih meliputi perjuangan untuk melawan kelaparan, kemiskinan dan rezim militer yang otoriter. Hal hal tersebut masih tetap ada dan membuat masyarakat Afrika merasa belum terbebas dan merdeka yang mana sebenarnya hal hal tersebut adalah hak bagi setiap manusia. Selanjutnya kita ketahui bahwa pemerintah yang lemah dikarenakan pemerintahannya belum berjalan dengan transparan dan sistem tidak berjalan dengan baik. Melalui film ini juga dapat kita simpulkan semakin potensial sumber daya alam suatu negara akan semakin besar potensi konflik yang dapat ditimbulkan.

Ditulis oleh: Gema R. Bastari dan Nabila Nandini

Comments

Popular posts from this blog

Kemerosotan Norma Keamanan Manusia dalam Kebijakan Imigrasi Australia Pasca-1992

Memahami Konstruktivisme

Richard Ned Lebow: Mengkonsepsi Ulang Ide Konstruksi Identitas 'Self' dan 'Other'

Memahami Politik Identitas

Pengaruh Ideologi Konfusianisme terhadap Hubungan Diplomatik Vietnam – China Kontemporer