Decision Making Process
Kebijakan luar negeri adalah sebuah alat bagi
suatu negara untuk mewujudkan national interest-nya di kancah internasional.
Dengan kata lain, sebuah kebijakan luar ngeri harus dibuat dengan menimbang
national interest negara tersebut. Sebuah kebijakan luar negeri yang tepat akan
menghantarkan negara tersebut semakin dekat dengan national interestnya,
sementara kebijakan yang buruk tentu akan menjauhkannya. Dengan begini membuat
sebuah kebijakan luar negeri akan menjadi perkara yang tidak mudah sebab dapat
menentukan posisi negara tersebut di dunia internasional. Maka diperlukan
sebuah teknik khusus dalam proses pembuatan keputusan pembuatan kebijakan luar
negeri. Untuk hal ini, para peneliti biasanya akan menyarankan sebuah global level
analysis.
Dalam global level analysis, para pembuat
kebijakan diharapkan mampu menganalisis situasi dalam negeri kita dan situasi
dunia global. Hal ini didasari argumen bahwa segala hal yang terjadi di dunia
internasional tidak mungkin terjadi begitu saja dan dapat disebabkan oleh
situasi di dalam negeri. Selain itu, pembuatan kebijakan pun harus didasari
pada rational choice.
Setidaknya ada tiga cara yang biasanya dilakukan
para pembuat keputusan dalam decision making processnya. Cara pertama adalah melalui
artikulasi kepentingan. Cara ini dapat dilakukan sendirian dengan
langkah-langkah khusus yang harus dilewatinya. Pertama, seorang pembuat
keputusan harus dapat menerjemahkan situasi yang sedang terjadi. Setelah itu ia
harus menentukan apa yang menjadi national interest negaranya dan apakah itu
dapat dicapai dalam situasi tersebut. Setelah memutuskan bahwa jawannya adalah
iya, maka pikirkanlah segala macam opsi yang dapat dikeluarkan. Setelahnya
lakukanlah proses dialektika untuk menyeleksi opsi tersebut hingga melahirkan
sebuah kebijakan luar negeri yang tepat.
Cara kedua adalah melalui birokrasi. Untuk
melakukannya, kita akan membutuhkan banyak orang dengan profesi dan
ketertarikan yang berbeda-beda. Kemudian akan dilakukan pembagian tugas kepada
setiap orang tersebut untuk menemukan solusi masing-masing. Setelahnya akan
dilakukan musyawarah untuk menemukan hasilnya. Misalnya untuk memutuskan apakah
Indonesia ingin masuk ACFTA atau tidak, akan diadakan diskusi dari lima
kalangan, yaitu kementrian Industri, kementerian Luar Negeri, DPR, UKM, dan
Kelompok Kepentingan.
Cara ketiga
adalah melalui groupthink. Melalui groupthink, maka semua orang diharapkan
untuk dapat mengikuti kehendak mayoritas dan menyuarakan hal yang sama serta
mengabaikan perndapat pribadinya. Ini
sesungguhnya merupakan cara yang sangat tidak disarankan.
Selain melalui tiga cara di atas, para pemimpin
juga dapat membantu decision making process melalui doktrin-doktrinnya. Misal
di Uni Soviet terdapat doktrin komunisme, maka semua kebijakan luar negeri
harus dapat mendukung komunisme. Kemudian di Indonesia terdapat doktrin
Nasakom, maka semua kebijakan luar negeri pun harus dapat mendukungnya.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa doktrin pada
dasarnya adalah sebuah hal yang dipaksakan untuk dianggap benar bagi orang yang
terdoktrin. Sebuah doktrin biasanya dilakukan atas dasar kepentingan tertentu,
bisa kepentingan komunal atau kepentingan individual. Apapun itu, tidak
sebaiknya sebuah decision making dilakukan atas dasar doktrin atau melalui
groupthink. Musyawarah harus selalu ditekankan dan perbedaan harus selalu
dihargai. Sebab terkadang sebuah pemikiran dari satu orang yang tak dianggap
dapat mengubah catatan sejarah selamanya. Sama ketika Rasulullah mendengarkan
usulan dari Salman untuk membuat parit demi menghadang aliansi Quraisy.
Seandainya kala itu Rasulullah tidak mendengarkan usulannya, maka umat Muslim
pun mungkin sudah punah saat itu dan dunia yang sekarang ini pun mungkin tak
pernah ada.
Comments
Post a Comment