Kerajaan Tonga
Di sebuah tempat di Samudera Pasifik Selatan yang jaraknya ribuan mil dari Bagian paling timur Australia, terdapat 176 gugus pulau yang dihuni oleh 103,000. Di sana terdapat sebuah Monarki yang telah berdiri berabad-abad lamanya dan kini telah menyesuaikan diri dengan abad demokratisasi hingga menjadi sebuah Monarki Konstitusional dan telah diakui sebagai sebuah negara berdaulat yang telah mampu memakmurkan penduduknya hingga tingkat melek huruf di sana mencapai 98.9%. Negara tersebut bernama Tonga.
Sejarah
Tonga dikenal luas oleh dunia internasional sebagai Friendly Islands karena sambutan hangat yang diterima oleh Kapten James Cook saat ia pertama kali berkunjung di tahun 1773. Ternyata, James Cook tiba di Tonga bersamaan dengan sebuah perayaan yang bernama ’Inasi Festival yang sangat penting bagi warga Tonga. Sebenarnya kepala suku saat itu sangat ingin membunuh Cook, namun tidak bisa karena perayaan tersebut sedang dilakukan.
Bukti arkeologis menunjukkan bahwa pulau-pulau Tonga telah diselesaikan setidaknya sejak 500 SM, dan tradisi lokal telah diawetkan dengan hati-hati nama-nama berdaulat Tonga selama sekitar 1.000 tahun.Kekuatan monarki Tonga mencapai puncaknya pada abad ke-13. Pada saat itu, kepala suku dilaksanakan pengaruh politik sejauh Samoa.
Selama abad ke-14, Raja Tonga didelegasikan banyak kekuasaan duniawi untuk saudara sementara tetap mempertahankan otoritas rohani. Beberapa waktu kemudian, proses ini diulang oleh garis kerajaan kedua, sehingga mengakibatkan tiga baris berbeda: Tonga Tu'i dengan otoritas rohani, yang diyakini telah diperpanjang lebih banyak Polinesia, yang Ha'atakalaua Tu'i; danTu'i Kanokupolu. Dua terakhir memiliki otoritas temporal untuk melakukan banyak administrasi sehari-hari kerajaan.
Navigator Belanda pada tahun 1616 adalah orang Eropa pertama yang melihat kepulauan Tonga. Pulau utama Tongatapu pertama kali dikunjungi oleh penjelajah Belanda Abel Tasman pada 1643. Kontak terus menerus dengan Eropa, bagaimanapun, tidak dimulai sampai lebih dari 125 tahun kemudian.Kapten James Cook mengunjungi pulau pada tahun 1773 dan 1777 dan memberi nusantara nama "Friendly Islands" karena sifat lembut dari orang-orang yang ditemuinya. Dia, tentu saja, tidak pernah menyadari perdebatan sengit yang berlangsung antara bangsawan bersaing tentang siapa yang seharusnya mendapat kehormatan menyerang armada kecil Cook dan membunuh para pelautnya. Pada tahun 1789, pemberontakan yang terkenal di kapal Inggris, Bounty, terjadi di perairan antara Ha'apai dan pulau Nomuka kelompok.
Tak lama setelah kunjungan terakhir Kapten Cook, perang pecah di pulau-pulau sebagai tiga baris raja berpendapat untuk dominasi.Pada waktu yang sama, muda Tonga bangsawan melayani sebagai tentara bayaran mengambil budaya Tonga ke grup pulau paling timur Fiji, para Lau. Para misionaris pertama, melekat pada London Missionary Society, tiba di Tonga tahun 1747. Sebuah kelompok misionaris kedua diikuti pada tahun 1822, dipimpin oleh Walter Lawry dari Wesleyan Missionary Society. Mereka dikonversi Taufa'ahau, salah satu penggugat ke baris Kanokupolu Tu'i, dan Kristen mulai menyebar di seluruh pulau.
Pada saat pertobatannya, Taufa'ahau mengambil nama Siaosi (George) dan istrinya diasumsikan Salote nama (Charlotte) untuk menghormati Raja George III dan Ratu Charlotte dari Inggris. Pada tahun-tahun berikutnya, ia bersatu semua pulau-pulau Tonga untuk pertama kalinya dalam sejarah.Pada tahun 1845, ia secara resmi dicanangkan Raja George Tupou I, dan dinasti ini didirikan. Dia mendirikan sebuah konstitusi dan pemerintahan parlementer berbasis, dalam beberapa hal, pada model Inggris. Pada 1862, ia menghapuskan sistem yang ada semi-perhambaan dan mendirikan sistem yang sama sekali asing dari kepemilikan lahan. Di bawah sistem Tonga setiap laki-laki, setelah mencapai usia 16 tahun, berhak untuk menyewa - untuk hidup dan dengan biaya nominal - sebidang hutan semak (api) dari 8,25 hektar, ditambah penjatahan desa sekitar tiga-delapan dari satu hektar untuk rumahnya.
Tonga menjadi sebuah protektorat Britania Raya pada 18 Mei 1900 berdasarkan Traktat Persahabatan. Sebuah perjanjian baru persahabatan dan perlindungan dengan Inggris, yang ditandatangani pada tahun 1958 dan diratifikasi Mei 1959, diberikan untuk Komisaris dan konsul Inggris di Tonga yang bertanggung jawab kepada Gubernur Fiji dalam kapasitasnya sebagai Komisaris Utama Inggris untuk Tonga. Pada pertengahan 1965 Komisaris Inggris dan menjadi konsul langsung bertanggung jawab kepada Sekretaris Negara Inggris untuk Urusan Kolonial. Tonga menjadi sepenuhnya independen pada tanggal 4 Juni 1970.
Perekonomian
Walau terpencil dari pulau-pulau besar, namun pendapatan perkapita Tonga sanggup mencapai US$ 2,300. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya yang sangat baik dan sarjananya yang kebanyakan dikirim ke seluruh dunia. Selain itu, status Tonga sebagai negara yang dilindungi Inggris pun sangat mempengaruhi, sebab model pendidikan Inggris dapat diadopsi dengan baik oleh Tonga.
Ekspor barang dari Tonga mencapai 23% dari GDP-nya yang berjumlah US$ 313 Juta. Barang yang diekspor berupa hasil agrikultural seperti Labu, Ikan, kacang vanili, tanaman akar dengan Jepang, Cina, dan AS sebagai mitra bisnis utamanya. Lucu juga mengingat posisi mereka yang lebih dekat ke Australia dan Selandia Baru namun lebih memilih mengekspor barangnya ke Jepang, Cina, dan AS. Walau begitu, impor mereka kebanyakan berasal dari Australia dan Selandia Baru. Barang-barang yang diimpor kebanyakan adalah hasil industri, seperti mesin dan peralatan transportasi serta hasil bumi seperti bahan bakar dan bahan kimia yang mencapai US$ 94 Juta. Pertanyaannya, dengan ekspor yang sedikit dan ekspor yang banyak seperti itu, bagaimana mungkin pendapatan perkapita Tonga sanggup mencapai US$ 3,032?
Rupanya, warga Tonga memiliki kebudayaan diaspora, dengan kata lain mereka sangat suka berpetualang ke tempat lain untuk memperoleh standar hidup yang lebih tinggi. Tercatat bahwa terdapat warga Tonga yang tinggal di berbagai kota AS, seperti Washington, Seattle, Los Angeles, kemudian di Asutralia, Selandia Baru. Namun karena bersifat diaspora, mereka tetap mempertahankan hubungan dengan keluarganya yang berada di tanah air. Inilah yang menjadi sumber pemasukan terbesar milik Tonga. Saking besarnya, dapat dikatakan bahwa perekonomian Tonga sangat tergantung kepada kiriman warga-warganya yang bekerja di luar negeri.
Sistem Politik
Kerajaan Tonga memiliki sistem pemerintahan monarki konstitusional dimana Raja menjadi kepala negara dan Perdana menteri menjabat sebagai kepala pemerintahan. Raja Tonga yang menjabat saat ini adalah Raja Tupou VI, sedangkan Perdana Menterinya adalah Siale’ataongo Tu’ivakanō dengan Samiu Kuita Vaipulu sebagai wakilnya.
Sebelum tahun 2008, raja masih memiliki kekuasaan mutlak dan mengendalikan sepenuhnya parlemen dan pemerintahan. 10 dari 14 anggota kabinet diangkat oleh raja dari lingkungannya sendiri, dan untuk seumur hidup. Hanya 9 dari 32 anggota parlemen dipilih oleh rakyat. Setelah kematian Raja Tupou IV bulan September 2006 banyak terjadi kerusuhan yang menuntut reformasi di bidang politik oleh para penentang Monarki.
Akhirnya pada tahun 2008, sistem mulai berubah setelah Raja Tonga yang menggantikan George Tupou IV, yaitu George Tupou V, akan dinobatkan. Raja George Tupou V memutuskan untuk mundur dari kancah politik dan menyerahkan kekuasaan pada parlemen. Dari situlah, kekuatan monarki di sistem pemerintahan Tonga berkurang.
Pada masa pemerintahan Tupou V, terdapat 26 kursi di parlemen. Sistem pemilihan diubah pada bulan April 2010 dan Pemilu diadakan pada tanggal 25 November 2010 untuk memilih 17 perwakilan untuk anggota parlemen yang dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan 9 kursi yang tersisa dipilih oleh 29 bangsawan. Rakyat Tonga yang memiliki hak pilih adalah mereka yang berusia 21 tahun keatas.
Dalam pemilihan itu, Democratic Party of the Friendly Islands merebut 12 kursi sedangkan 5 kursi lagi didapatkan oleh perwakilan independen. Dalam pemilihan umum tersebut, Siale’ataongo Tu’ivakanō yang merupakan salah satu perwakilan yang dipilih oleh 29 bangsawan tersebut terpilih untuk menjabat Perdana Menteri Tonga.
Dua Organisasi Politik yang paling berpengaruh di Tonga adalah Democratic Party of the Friendly Islands (DPFI) yang memenangkan pemilu pada tahun 2010 tersebut, dan Tonga Human Rights and Democracy Movement (HRDM). Pemilihan Umum di Tonga berikutnya dijadwalkan untuk dilaksanakan pada tahun 2013.
Kendala yang Dihadapi
Tonga adalah Negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada warganya yang bekerja di luar negeri. Negara ini memang memiliki tingkat migrasi yang sangat tinggi. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa warga Tonga memiliki kebudayaan diaspora yang membuat mereka akan selalu kembali ke negerinya ke manapun mereka merantau. Akan tetapi, keinginan kuat dari warga Tonga untuk merantau ke negara lain ini memiliki suatu alasan tersendiri.
Tonga tidak memiliki lapangan pekerjaan yang cukup banyak. Menurut data pemerintah, hanya 5% dari lulusan SMA Tonga yang mendapat pekerjaan layak di Tonga. Sementara itu, kesenjangan ekonomi di Tonga sendiri masih begitu besar. Untuk menyelesaikannya, Pemerintah Tonga pun memutuskan untuk membuat kebijakan menggencarkan migrasi warganya ke luar negeri demi pekerjaan yang lebih layak dan uang yang lebih banyak untuk menghidupi keluarga mereka yang tinggal di tanah air. Sebagaimana dijelaskan oleh Ricky Jones:
Selain persoalan migrasi, masalah Tonga yang lain datang dari sektor pariwisata. Pada dasarnya, Tonga memiliki potensi wisata yang sangat besar, namun entah mengapa sektor yang satu ini tidak dapat berjalan dengan baik. Menyikapi hal ini, Kalafi Moala menjelaskan bahwa penyebab tidak berjalannya sektor pariwisata Tonga adalah kurangnya koordinasi antara warga Tonga dan pemerintah.
Sebagai contoh, warga Tonga memiliki kebiasaan untuk melepas anjing dan babi peliharaannya ke jalanan serta membuang sampah sembarangan. Kedua hal ini tentu bukanlah sesuatu yang bagus karena akan mengurangi kenyamanan wisatawan. Sayangnya, pemerintah tidak begitu bijak untuk mengatasi masalah ini. Yang mereka lakukan justru memaksa para warga untuk tidak melepas hewan-hewan piaraannya demi kenyamanan wisatawan. Dengan kata lain, pemerintah justru lebih berpihak kepada wisatawan dibandingkan kepada rakyatnya.
Inilah yang dianggap Moala sebagai sebuah kesalahan besar. Pemerintah seharusnya dapat mengemas kebudayaan masyarakat Polinesia ini agar dapat menjadi sesuatu yang menarik minat wisatawan, bukan malah melarangnya. Intinya, sebuah sektor pariwisata seharusnya dibuat berdasarkan kebudayaan komunitas yang tinggal di tempat tersebut, bukan berdasarkan permintaan konsumen semata.
Simpulan
Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa Tonga adalah sebuah negara berkembang layaknya Indonesia yang belum mampu memproduksi barang-barang industri. Perekonomian mereka sangat bergantung kepada warganya yang bekerja di luar negeri, terutama di Amerika Serikat. Sehingga Jika Tonga tiba-tiba saja melakukan kesalahan dalam hubungan diplomatik dengan AS dan warga-warga Tonga dideportasi ke tanah airnya, mungkin perekonomiannya akan terguncang.
Walau begitu, Tonga tetap memiliki potensi besar, terutama di bidang pariwisatanya yang masih belum tergali dengan baik. Dari beberapa gambar yang penulis lihat di internet, terlihat bahwa Tonga memiliki pantai yang indah dan tak kalah dari pantai sekelas Hawaii. Jika pemerintah Tonga mau untuk serius mengurus pariwisatanya dengan cara mengemasnya berdasarkan kebudayaan komunitas yang tinggal di sana, bukan tidak mungkin jika Tonga dapat menjadi saingan berat bagi Hawaii atau Bali selanjutnya.
Terakhir dan yang tak kalah penting, Tonga merupakan sebuah negara demokrasi yang masih sangat muda. Dapat dikatakan bahwa mereka masih mengalami masa-masa transisi yang cukup sulit. Ada kemungkinan bahwa keadaan politik di sana masih belum stabil, apalagi dengan track record Kerajaan Tonga yang merupakan sebuah monarki absolut. Namun layaknya negara Demokrasi lainnya, Tonga pun akan mendapat perhatian serius dari dunia internasional. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan tampaknya dan sampai sekarang belum tercatat sama sekali mengenai kerusuhan yang begitu masif di sana. Oleh sebab itu, bagi para wisatawan, tidak perlu ragu untuk berkunjung ke Tonga. Sebab Tonga merupakan sebuah friendly Island , baik di masa lalu maupun sekarang.
Sebelum tahun 2008, raja masih memiliki kekuasaan mutlak dan mengendalikan sepenuhnya parlemen dan pemerintahan. 10 dari 14 anggota kabinet diangkat oleh raja dari lingkungannya sendiri, dan untuk seumur hidup. Hanya 9 dari 32 anggota parlemen dipilih oleh rakyat. Setelah kematian Raja Tupou IV bulan September 2006 banyak terjadi kerusuhan yang menuntut reformasi di bidang politik oleh para penentang Monarki.
Akhirnya pada tahun 2008, sistem mulai berubah setelah Raja Tonga yang menggantikan George Tupou IV, yaitu George Tupou V, akan dinobatkan. Raja George Tupou V memutuskan untuk mundur dari kancah politik dan menyerahkan kekuasaan pada parlemen. Dari situlah, kekuatan monarki di sistem pemerintahan Tonga berkurang.
Pada masa pemerintahan Tupou V, terdapat 26 kursi di parlemen. Sistem pemilihan diubah pada bulan April 2010 dan Pemilu diadakan pada tanggal 25 November 2010 untuk memilih 17 perwakilan untuk anggota parlemen yang dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan 9 kursi yang tersisa dipilih oleh 29 bangsawan. Rakyat Tonga yang memiliki hak pilih adalah mereka yang berusia 21 tahun keatas.
Dalam pemilihan itu, Democratic Party of the Friendly Islands merebut 12 kursi sedangkan 5 kursi lagi didapatkan oleh perwakilan independen. Dalam pemilihan umum tersebut, Siale’ataongo Tu’ivakanō yang merupakan salah satu perwakilan yang dipilih oleh 29 bangsawan tersebut terpilih untuk menjabat Perdana Menteri Tonga.
Dua Organisasi Politik yang paling berpengaruh di Tonga adalah Democratic Party of the Friendly Islands (DPFI) yang memenangkan pemilu pada tahun 2010 tersebut, dan Tonga Human Rights and Democracy Movement (HRDM). Pemilihan Umum di Tonga berikutnya dijadwalkan untuk dilaksanakan pada tahun 2013.
Kendala yang Dihadapi
Tonga adalah Negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada warganya yang bekerja di luar negeri. Negara ini memang memiliki tingkat migrasi yang sangat tinggi. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa warga Tonga memiliki kebudayaan diaspora yang membuat mereka akan selalu kembali ke negerinya ke manapun mereka merantau. Akan tetapi, keinginan kuat dari warga Tonga untuk merantau ke negara lain ini memiliki suatu alasan tersendiri.
Tonga tidak memiliki lapangan pekerjaan yang cukup banyak. Menurut data pemerintah, hanya 5% dari lulusan SMA Tonga yang mendapat pekerjaan layak di Tonga. Sementara itu, kesenjangan ekonomi di Tonga sendiri masih begitu besar. Untuk menyelesaikannya, Pemerintah Tonga pun memutuskan untuk membuat kebijakan menggencarkan migrasi warganya ke luar negeri demi pekerjaan yang lebih layak dan uang yang lebih banyak untuk menghidupi keluarga mereka yang tinggal di tanah air. Sebagaimana dijelaskan oleh Ricky Jones:
“Beginning with encouragement from national governments, the road to immigration could not be made more apparent and accessible for local villagers. Yet in general, it is not personal freedom that most Tongans seek; many are in need of money that can not be obtained in Tonga alone. Therefore, many accept migration as a way to resolve this conflict and send money in the form of remittances to provide for the family back home.”
Selain persoalan migrasi, masalah Tonga yang lain datang dari sektor pariwisata. Pada dasarnya, Tonga memiliki potensi wisata yang sangat besar, namun entah mengapa sektor yang satu ini tidak dapat berjalan dengan baik. Menyikapi hal ini, Kalafi Moala menjelaskan bahwa penyebab tidak berjalannya sektor pariwisata Tonga adalah kurangnya koordinasi antara warga Tonga dan pemerintah.
Sebagai contoh, warga Tonga memiliki kebiasaan untuk melepas anjing dan babi peliharaannya ke jalanan serta membuang sampah sembarangan. Kedua hal ini tentu bukanlah sesuatu yang bagus karena akan mengurangi kenyamanan wisatawan. Sayangnya, pemerintah tidak begitu bijak untuk mengatasi masalah ini. Yang mereka lakukan justru memaksa para warga untuk tidak melepas hewan-hewan piaraannya demi kenyamanan wisatawan. Dengan kata lain, pemerintah justru lebih berpihak kepada wisatawan dibandingkan kepada rakyatnya.
Inilah yang dianggap Moala sebagai sebuah kesalahan besar. Pemerintah seharusnya dapat mengemas kebudayaan masyarakat Polinesia ini agar dapat menjadi sesuatu yang menarik minat wisatawan, bukan malah melarangnya. Intinya, sebuah sektor pariwisata seharusnya dibuat berdasarkan kebudayaan komunitas yang tinggal di tempat tersebut, bukan berdasarkan permintaan konsumen semata.
Simpulan
Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa Tonga adalah sebuah negara berkembang layaknya Indonesia yang belum mampu memproduksi barang-barang industri. Perekonomian mereka sangat bergantung kepada warganya yang bekerja di luar negeri, terutama di Amerika Serikat. Sehingga Jika Tonga tiba-tiba saja melakukan kesalahan dalam hubungan diplomatik dengan AS dan warga-warga Tonga dideportasi ke tanah airnya, mungkin perekonomiannya akan terguncang.
Walau begitu, Tonga tetap memiliki potensi besar, terutama di bidang pariwisatanya yang masih belum tergali dengan baik. Dari beberapa gambar yang penulis lihat di internet, terlihat bahwa Tonga memiliki pantai yang indah dan tak kalah dari pantai sekelas Hawaii. Jika pemerintah Tonga mau untuk serius mengurus pariwisatanya dengan cara mengemasnya berdasarkan kebudayaan komunitas yang tinggal di sana, bukan tidak mungkin jika Tonga dapat menjadi saingan berat bagi Hawaii atau Bali selanjutnya.
Terakhir dan yang tak kalah penting, Tonga merupakan sebuah negara demokrasi yang masih sangat muda. Dapat dikatakan bahwa mereka masih mengalami masa-masa transisi yang cukup sulit. Ada kemungkinan bahwa keadaan politik di sana masih belum stabil, apalagi dengan track record Kerajaan Tonga yang merupakan sebuah monarki absolut. Namun layaknya negara Demokrasi lainnya, Tonga pun akan mendapat perhatian serius dari dunia internasional. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan tampaknya dan sampai sekarang belum tercatat sama sekali mengenai kerusuhan yang begitu masif di sana. Oleh sebab itu, bagi para wisatawan, tidak perlu ragu untuk berkunjung ke Tonga. Sebab Tonga merupakan sebuah friendly Island , baik di masa lalu maupun sekarang.
Comments
Post a Comment