Kisah Peradaban Ilmu HI: Behind the Scene (Part 1)

kalau kemarin Jumat, tanggal 28 September 2012, kalian berada di Aula Nurcholish Madjid Universitas Paramadina tepat pada pukul 4 sore, maka kemungkinan besar kalian telah menyaksikan pementasan teater dari anak-anak Hubungan Internasional Universitas Paramadina yang berjudul "Kisah Peradaban Ilmu HI"


Ini adalah kisah tentang kelahiran ilmu Hubungan Internasional dan perkembangannya selama seratus tahun terakhir. Kisah ini dimulai di Eropa, sebuah benua yang tenang dan damai sampai akhirnya Jerman datang dan memulai Perang Dunia.
Tak ada kata yang dapat menggambarkan kondisi saat itu selain ketakutan dan keputusasaan. Dunia pun mengharapkan agar kejadian yang sama tak terulang lagi di masa depan.
Untuk menjawab tantangan itulah ilmu Hubungan Internasional lahir. Dari sekedar diskusi-diskusi hangat sampai perdebatan sengit telah mengiringi perkembangan ilmu Hubungan Internasional hingga sampai ke tangan kita saat ini.
Dengan mengikuti kisah ini, marilah kita bersama-sama mengevaluasi apa saja yang telah dilewati dan dicapai oleh ilmu Hubungan Internasional yang kita cintai. Dan marilah kita semua turut berpartisipasi untuk mengembangkan keilmuan ini untuk selanjutnya.
Selamat menyaksikan =)
Itulah sinopsis dari Kisah Peradaban Ilmu HI. Secara sederhana, drama ini sesungguhnya menggambarkan tiga perdebatan besar (The Great Debate) yang amat terkenal dalam sejarah ilmu HI. Namun entah mengapa, kisah mengenai perdebatan besar ini sama sekali tidak disampaikan di materi Pengantar Hubungan Internasional Univ Paramadina. Padahal menurutku, kisah perdebatan ini sangatlah esensial bagi mahasiswa semester I agar dapat membentuk kerangka berpikirnya ke depan.

Oleh sebab itulah, sebagai anggota Divisi Kajian Keilmuan HIMAHI Paramadina, aku terpikirkan untuk membuat sebuah kegiatan yang dapat menyampaikan materi tersebut. Pilihan awal jatuh pada pembuatan seminar, tapi kemudian aku berpikir ulang lagi.

Sudah berkali-kali aku mengikuti seminar di kampusku dan aku sangat menyadari bahwa hanya sebagian kecil yang dapat menikmatinya. Kebanyakan mahasiswa Paramadina datang ke seminar hanya untuk duduk di kursi paling belakang sambil ngobrol dengan teman-temannya, kemudian pulang meskipun seminar belum selesai.

Ditambah lagi, tidak semua pembicara dalam seminar sanggup melakukan komunikasi dua arah. Aku sering melihat banyak pembicara yang hanya membaca materinya dengan nada datar tanpa memikirkan reaksi pendengarnya. Akibatnya, hanya sang pembicaralah yang dapat menikmati kegiatan berbicaranya sementara penonton dibuat kebosanan.

Atas dua alasan itulah aku berpikir bahwa seminar tidak akan efektif untuk menyampaikan materi yang esensial seperti ini. Di saat itulah aku melihat Kafha membuat Teater yang mampu menarik emosi penontonnya ke dalam materi yang cukup berat sekaligus menghibur mereka. Dan aku pun mendapatkan inspirasi. "Mengapa tidak kita dramakan saja kisah perdebatan besar ini?"

Segeralah aku berkonsultasi pada ketua divisiku, Kak Ruthi, kemudian pada ketua I HIMAHI, Kak Wahyu, dan mereka menyatakan setuju. Maka dilakukanlah penggalian konsep drama bersama-sama seluruh anggota Divisi Kajian Keilmuan (Kak Ruthi, Kak Sherly, Kak Niken, Retno, Aini, Kifo). Intinya jelas, kita akan membuat sebuah drama dengan materi yang berat, namun dengan pembawaan yang akan menggugah tawa para penonton.

Setelahnya, penggalian data pun dilakukan. Untuk yang satu ini, aku harus sangat berterimakasih pada mas Hizkiya Yosie karena telah memberikan data primer bagi drama ini. Dari beliaulah aku dapat memahami alur perdebatan besar dalam ilmu HI, inti dari setiap perdebatannya, dan siapa karakter yang tepat untuk mewakili perdebatan-perdebatan tersebut. Selanjutnya hanya tinggal membaca buku-buku yang terkait untuk menemukan terminologi yang pas dalam naskahnya.

Naskah drama ini ditulis olehku dan Retno. Harus diakui bahwa menulis naskah untuk drama ini sangatlah tidak mudah. Sebab kami harus menyederhanakan konsep-konsep keilmuan HI yang amat banyak agar dapat dicerna oleh penonton dan dapat menghibur mereka pula. Pada akhirnya, seperti apapun kami mencoba untuk menyederhanakannya, naskah tetap sangat panjang, seperti di bawah ini


Bisa dilihat bahwa satu dialog saja panjangnya bisa mencapai satu paragraf, sampai temanku pun mengatakan bahwa ini terlihat seperti tugas makalah. Perlu diketahui bahwa itu adalah naskah revisi. Naskah yang pertama jauh lebih panjang dari itu.

Para aktor pun mengeluhkan panjangnya dialog yang harus mereka hafalkan. Biarpun sudah direvisi, tapi tetap saja kepanjangan (emang iya sih) tapi bagiku itu sudah yang terpendek yang bisa dibuat dan menguranginya lagi akan sama saja dengan menghilangkan esensi dari perdebatan besar ilmu HI. Tapi kemudian aku mengakalinya dengan cara menebalkan substansi utama dari dialog mereka, sehingga mereka kubebaskan untuk berimprovisasi selama substansi yang ditebalkan tersebut tetap tersampaikan.

Dan pada akhirnya, dengan segala kekhawatiran yang ada, drama ini berhasil ditampilkan, dan mendapat tanggapan yang baik dari teman-teman mahasiswa maupun para dosen. Ada kepuasan tersendiri begitu melihat mereka merasa terhibur dengan penampilan drama ini. Walaupun sayang, mas Yosi sendiri tidak sempat menonton drama ini. 

Ke depannya nanti, aku ingin menciptakan pendekatan yang lebih baik lagi agar semua orang dapat mudah untuk mempelajari ilmu HI dan tertarik untuk mempelajarinya dengan lebih dalam. Aku ingin agar teman-teman dapat menyadari bahwa lulusan HI, selain bisa menjadi diplomat, politisi, jurnalis, CEO MNC, atau pegiat NGO, juga sangat sangat bisa untuk menjadi akademisi HI itu sendiri. Sebab masih sedikit sekali akademisi HI yang terkenal di negeri ini. Buku-buku HI yang ditulis oleh anak bangsa yang dapat digunakan dalam perkuliahan pun rasanya masih bisa dihitung jari. Bayangkan saja, kita cuma mengenal satu Pakar Hukum Internasional di negeri ini, yakni Pak Hikmahanto Juwana. Dengan kondisi dunia yang sudah memasuki era globalisasi, hanya memiliki sedikit pakar Hubungan Internasional tentu merupakan kerugian besar bagi bangsa ini. Oleh sebab itulah, menjadi akademisi pun merupakan pilihan yang krusial bagi mahasiswa ilmu HI dimanapun. 

Udah deh, curhatnya kepanjangan ya hehe. Segitu aja dulu, nanti sehabis ini aku ingin menceritakan bagaimana proses latihan yang telah dijalani oleh aktor-aktor drama ini. Seperti apa kesulitan-kesulitannya dan apa saja cerita yang terjadinya dan lain lain. Jadi stay tune ya di Peaceful Anarchy Journal: Catatan Mahasiswa HI

Jakarta, 29 September 2012
-G-




Comments

Popular posts from this blog

Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis: Kembalinya Gerakan Buruh untuk Menentang Kapitalisme

Teori Pembentukan Negara ala Islam

Book Review: Bioteknologi dan Kapitalisme: Perubahan Makna Kehidupan Manusia

Book Summary: Chapter 11 The American Democracy: Congress: Balancing National Goals and Local Interests

Kerajaan Tonga