Sebuah pertanyaan untuk AusAID



Indonesia adalah raksasa yang masih tertidur. Mengapa dikatakan tertidur? Karena sesungguhnyaIndonesia masih memiliki trilyunan potensi-potensi menakjubkan yang sama sekali belum diekstrak oleh pemerintah. Potensi-potensi ini tersebar dari Sabang sampai Merauke dan hingga kini masih terduduk diam, menunggu seseorang untuk menemukannya. Ya, potensi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah dua ratus juta lebih warga Indonesia.

Pada dasarnya, Sumber Daya Manusia (SDM) adalah resources yang paling penting bagi kemajuan suatu negara. Sebab berbeda dengan Sumber Daya Alam (SDA), SDM tidak akan pernah habis dan kemampuannya dapat selalumeningkat seiring berjalannya waktu. Lihatlah negara-negara BRICS (Brazil,Russia, India, China, south Africa) yang kini telah menjadi the next emerging economic power. Mereka dapat mencapai gelar prestisius tersebut karena memanfaatkan SDM-nya yang melimpah ruah.

Indonesia tentu sama sekali tidak kekurangan SDM. Jumlah SDM Indonesia bahkan mengungguli salahtiga dari negara-negara BRICS, namun mengapa Indonesia belum mampu mencapai level yang sama? Jawabannya adalah kualitas SDM Indonesia yang masih sangatrendah.

Rendahnya kualitas SDM Indonesia dapat dilihat dari output sistem pendidikannya. Menurut data yang diperoleh Australian Agency andInternational Development (AusAID), selama tahun 1996-2008, sarjana Indonesia hanya mampu memproduksi 9,194 dokumen ilmiah. Jumlah itu jauh di bawah negara-negara tetangga Indonesia, seperti Singapura, ThailandMalaysia, apalagi negara-negara BRICS.

Menurut AusAID lagi, Rendahnya produktivitas dokumen ilimah tersebut mengindikasikan bahwa SDM Indonesia belum mampu memberikan kontribusi maksimal bagi bangsa ini. Sayangnya, pemerintah Indonesia terlihat tidak serius untuk menangani permasalahan inihingga membuat sebuah organisasi internasional yang peduli pada perkembangannegara-negara di dunia seperti AusAID pun prihatin.

Kini, AusAID telah menyiapkan sebuah program jangka panjang untukmemperbaiki kualitas SDM Indonesia yang bernama ”Australia-IndonesiaPartnership for Pro-Poor Policy: The Knowledge Sector Initiative.” Tujuan utamanya adalah meningkatkan kemampuan SDM Indonesia, khususnya di bidang penelitian, agar mampu mempengaruhi pemerintah untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan yang bermanfaat bagi kemajuan negara Indonesia.

Program ini meliputi pendidikan langsung bagi lembaga-lembaga riset di Indonesia dan pendanaan terhadap penelitian yang sedang berlangsung. Lembaga riset tersebut dapat berupa Universitas, Think-Tank, dan lembaga riset CSO. Tidak tanggung-tanggung, program ini direnanakan untuk berlangsung selama lima belas tahun dan dibagi ke dalam tiga tahap yang masing-masing berlangsung selama lima tahun. Semua hal itu menunjukkan betapa seriusnya usaha AusAID untuk memperbaiki kualitas SDM Indonesia.

Hal ini tentu membawa kabar baik dan kabar buruk. Kabar baiknya, kini telah ada sebuah usaha serius untuk memajukan negara Indonesia. Kabar buruknya, citra Indonesia sebagai negara yang selalu bergantung pada negara-negara Barat untuk memajukan negaranya akan terus melekat. Selain itu, AusAID adalah sebuah organisasi internasional yang merepresentasikan negara Australia, sehingga terdapat kemungkinan bahwa motif politik Australia ikut bermain dalam program ini. Bukan tidak mungkin program ini akan membuat Indonesia terjebak dalam politik balas budi.

Sesungguhnya semua rencana yang dibuat oleh AusAID pada dapat diciptakan dan dijalankan olehpemerintah Indonesia sendiri. Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak melakukanapa-apa sampai akhirnya sebuah organisasi internasional pun harus turun tangan untuk membereskannya? Tidakkah pembiaran tersebut merupakan suatu pengakuan bahwa pemerintah Indonesia memang tidak sanggup untuk mengurus dua ratus jutalebih warganya yang tinggal di negara ini?

Indonesia memang masih merupakan raksasa yang tertidur. Potensi-potensi yang dimiliki oleh duaratus juta lebih warga Indonesia tersebut tentu akan mengguncang dunia ketika berhasil dibangkitkan. Namun, sebagai seorang warga Indonesia, tentu akan merasa sedikit kecewa ketika usaha untuk membangkitkan potensi terbesar bangsa ini justru tidak berasal dari bangsa ini sendiri. Pemerintah Indonesia seharusnya dapat menyadari itu.

Pada akhirnya, usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan SDM adalah kebutuhan mutlak suatunegara, tak terkecuali Indonesia. Walaupun usaha tersebut berasal bukan darinegara sendiri, namun hal itu jauh lebih baik daripada tidak ada usaha samasekali. Ya, kita hanya harus memanfaatkan kesempatan yang jarang terjadi ini sebaik-baiknya untuk kemajuan bangsa Indonesia.



Comments

Popular posts from this blog

Hotel Rwanda Analysis; Peran Politisasi Etnisitas sebagai Pemicu Ethnic Cleansing di Rwanda Tahun1994

Dinamika Perubahan Norma Internasional (Review Makalah Finnemore dan Sikkink)

Pembentukan Regional Peacekeeping Operation untuk Mengatasi Isu Keamanan di ASEAN

Richard Devetak: Memahami Postmodernisme

Patriarki dan Perdagangan Manusia di Indonesia