Sejarah Diplomasi


Diplomasi berasal dari kata Yunani, diploma, yang berarti dilipat dua. Kata ini sebenarnya merujuk pada dokumen-dokumen saat itu yang dilipat dua. Hal ini sebenarnya berusaha menunjukkan bahwa diplomasi mengacu pada berbagai kesepakatan yang kemudian harus diarsipkan. Selain itu kata diplomasi juga dapat diartikan sebagai dubious atau bermuka dua. Hal ini juga menunjukkan bahwa para diplomat adalah orang-orang bermuka dua yang dapat berbohong demi kepentingan negaranya.


Kebiasaan para diplomat untuk berbohong ini tidak bisa lepas dari tugas mereka untuk membangun imej dari sebuah negara. Ketika kita membicarakan mengenai imej, maka kita harus memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Kemampuan untuk membuat orang lain memikirkan apa yang kita ingin mereka pikirkan menjadi sangat penting bagi para diplomat.

Pada masa awal-awal dari hubungan internasional, tugas untuk membangun imej suatu negara akan dibebankan sepenuhnya pada diplomat. Hal ini disebabkan oleh laju informasi pada masa itu yang belum sehebat sekarang. Akibatnya, para diplomat menjadi satu-satunya sumber informasi negara lain untuk mengetahui tentang situasi di negara tersebut. Dengan begitu, diplomat dapat dengan leluasa berbohong atau memanipulasi informasi demi membangun imej negaranya. Akibatnya stereotype bahwa diplomat adalah orang yang selalu berbohong demi negaranya menjadi sangat melekat pada masa itu.

Di masa kini, peran diplomat menjadi jauh lebih kecil dari sebelumnya. Laju informasi yang menakjubkan membuat negara lain tidak perlu untuk memanggil diplomat hanya untuk mengetahui situasi negaranya. Selain itu, negara menjadi bukan satu-satunya aktor yang dapat mengetahui tentang situasi negara lain. Orang-orang biasa pun cukup dengan googling di internet atau membuka situs Wikileaks akan mengetahui dengan mudah tentang situasi negara lain. Hal ini pun membuat pembangunan imej suatu negara tidak lagi dapat dilakukan melalui permainan kata diplomat, melainkan harus melalui sebuah aksi nyata yang akan diliput oleh seluruh media di dunia.

Timeline Diplomasi
Pada awalnya praktek diplomasi dimulai di masa kerajaan. Praktek pertama yang diketahui terdapat di abad ke-13. Saat itu Venesia telah menempatkan wakilnya di ibukota republik lain untuk mempermudah komunikasi antarkerajaan. Kemudian praktek ini diikuti oleh kerajaan lainnya, sehingga pada abad ke-15 Republik Itali, Spanyol, Inggris, Jerman, dll telah memiliki utusan-utusan yang ditempatkan di kerajaan lain.

Pada abad ke-17, praktek penempatan utusan-utusan kerajaan di kerajaan lain telah menjadi hal yang umum dan dilembagakan oleh King Louis XIV. Dan menginjak abd ke-18, kata diplomasi telah dapat diterima dan telah lazim digunakan. Inilah masa-masa ketika diplomat dikenal sebagai orang-orang yang sanggup berbohong demi negaranya. Tapi ternyata, jika kita mau merunut sejarahnya lebih jauh, kebiasaan para diplomat ini untuk berbohong ternyata didasari oleh mitologi Yunani yang menyatakan, ”Tell the truth, but not the whole truth” yang juga sudah digunakan oleh para utusan di zaman tersebut.

Dalam berdiplomasi, bahasa utama yang lazim digunakan adalah bahasa Inggris. Tentu ada banyak yang bertanya, mengapa harus bahasa Inggris? Pertama tentu karena tidak mungkin dalam forum antarnegara masing-masing negara menggunakan bahasa nasionalnya masing-masing. Diputuskanlah untuk dibuatkan sebuah bahasa Internasional demi meuwujudkan forum antarnegara tersebut. Dari semua bahasa itu, bahasa Inggrislah yang dipilih karena pada saat itu Inggrislah yang memenangkan perang dunia I bersama sekutunya, Perancis. Oleh sebab itu, perjanjian Versailles pun dibuat dengan bahasa Inggris dan Perancis. Sejak saat itu bahasa Inggris menjadi bahasa yang umum untuk digunakan dalam forum-forum internasional.

Comments

Popular posts from this blog

Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis: Kembalinya Gerakan Buruh untuk Menentang Kapitalisme

Teori Pembentukan Negara ala Islam

Book Review: Bioteknologi dan Kapitalisme: Perubahan Makna Kehidupan Manusia

Book Summary: Chapter 11 The American Democracy: Congress: Balancing National Goals and Local Interests

Kerajaan Tonga