Great Powers in World Politics


Para ilmuwan HI hanya mengenal tiga periodisasi system internasional yang pernah ada di dunia: multipolar, bipolar, dan unipolar. Tentu sudah kita ketahui pula bahwa pada ketiga masa itu selalu terjadi perang yang dilakukan oleh para polar-polar tersebut atau penindasan unipolar pada negara-negara kecil lainnya. Rasanya seolah-olah perang itu tidak dapat hilang dan tidak ada satu pun sistem internasional yang dapat menjamin keamanan seluruh manusia di bumi. Hal inilah yang kemudian menjadi pertanyaan, ”Apa sesungguhnya yang membuat suatu negara berperang?” Karena entah mengapa segala teori-teori yang diberikan oleh para pakar HI tetap tidak dapat mencegah suatu perang. Anyway, menjawab pertanyaan itu tentu bukanlah suatu hal yang dapat kulakukan saat ini, oleh sebab itu aku cukup dengan mengetahui dulu apa yang melatarbelakangi peperangan yang terjadi dalam ketiga periodisasi tersebut.


Pada dasarnya, perang selalu terjadi karena adanya persaingan antara kekuatan besar dunia. Semakin banyak kekuatan besar di dunia, semakin mengerikanlah perang tersebut. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa kedua perang dunia terjadi pada masa multipolar.

Dari kacamata anak SMA yang belajar buku sejarah milik Yudhistira dan kawan-kawannya, PD1 terjadi karena terbunuhnya putra mahkota Austria atau mungkin karena adanya persaingan persenjataan. Namun di mata mahasiswa ilmu HI, alasan yang paling mendasar sehingga perang dunia dapat terjadi adalah adanya pertentangan antara kubu realis dan liberalis. Dalam hal ini realis beranggapan bahwa kita harus berperang demi mendapat keuntungan besar, sementara liberalis beranggapan bahwa kita harus menghindari perang dan menekankan kerjasama.

Sayangnya liberalisme kalah dan perang pun terjadi. Beruntung hadirnya Woodrow Wilson dari AS membangkitkan semangat liberalisme lagi sehingga begitu PD1 berakhir, OI pertama pun didirikan. Tujuannya adalah menyatukan kembali Eropa dan sebagai insrumen untuk mencegah perang selanjutnya.

Pada tahun 1939 PD2 meletus. LBB telah gagal melaksanakan tugasnya dan segera dibubarkan setelah itu. Alasannya kali ini adalah Jerman di bawah pimpinan Hitler yang merasa tidak senang dengan perjanjian Versailles mencoba untuk melawan dengan doktrin bahwa Jerman adalah bangsa yang terpilih. Di sisi lain, Stalin dengan Uni Sovietnya sedang gencar-gencarnya menyebarkan ideologi komunismenya. Sebuah negara besar di Eropa Timur pun lahir dan siap menghadapi tantangan dari Jerman. Di Italia, negara Fasis di bawah pimpinan Mussolini pun juga lahir dan ikut berperang untuk memperkuat negaranya. Di Asia, sebuah negara kuat bernama Jepang yang baru saja menjalankan Restorasi Meiji juga telah lahir. Munculnya tokoh-tokoh pemimpin kuat dengan ideologinya inilah yang menyebabkan bangkitnya multipolaritas setelah lama hilang. Perang pun tak dapat dihindari.

PD2 berakhir dengan kekalahan aliansi poros. Multipolaritas pun untuk sementara meredup namun justru malah membangkitkan dua kekuatan besar yang telah memenangkan PD2 bersama, yaitu AS dan Uni Soviet. Kebangkitan dua kekuatan ini pun memunculkan sistem internasional baru yang bernama bipolaritas. Dua kekuatan besar bertemu, entah apa yang akan terjadi jika mereka mulai baku hantam. Anehnya, para ahli justru beranggapan bahwa masa bipolaritas adalah masa yang paling aman dibandingkan masa manapun. Hal ini disebabkan kedua polar sama-sama menyadari bahayanya melakukan direct attack karena dapat menimbulkan kerusakan parah bagi dunia. Oleh sebab itu, yang terjadi pada masa ini adalah perang influence dengan cara saling menyebarkan ideologinya. AS dengan liberalisme sementara Soviet dengan komunisme.

Masa perang dingin ditandai dengan dua konsep dari AS yang menyebabkan kemenangan ideologi liberalisme. Konsep pertama adalah Domino Theory yang mengatakan bahwa ketika suatu negara telah jatuh dalam komunis, maka negara-negara tetangganya akan ikut jatuh ke dalam komunis. Teori inilah yang menjadi pedoman bagi AS untuk mengalahkan Soviet. Karena mereka tidak dapat melakukan direct attack ke Soviet, maka mereka menyerang negara-negara kecil yang diketahui sudah jatuh ke paham komunis. Perang Vietnam adalah salah satunya.

Konsep kedua adalah Containment. Inilah kebijakan luar negeri AS yang membuat AS menjadi negara pemenang perang dingin sekaligus negara yang paling dibenci di seluruh dunia saat ini. Kebijakan ini adalah kebijakan untuk membantu negara manapun yang melawan komunis sekalipun negara tersebut korup. Dengan kata lain, AS akan membantu penindasan terhadap manusia jika itu dapat membuat mereka mencegah paham komunis masuk. Indonesia adalah salah satunya. Di bawah kepemimpinan orde baru, lebih dari lima juta simpatisan PKI dibunuh berkat adanya kebijakan containment dari AS ini. Sungguh sebuah perbuatan yang seperti menghalalkan segala cara inilah yang menimbulkan dampak buruk bagi rakyat AS saat menjadi unipolar. Tragedi 11 September adalah salah satunya.

Masa depan sistem politik global saat ini diliputi ketidakpastian. Apalagi dengan bangkrutnya perekonomian Eropa yang kemudian menyeret AS, membuat sistem politik global semakin unpredicted. Satu kemungkinan yang cukup jelas adalah munculnya polaritas yang akan segera memisahkan persatuan rapuh yang dibuat oleh negara unipolar saat ini. Ke depannya, akan ada kemungkinan bahwa multipolaritas akan bangkit di negara-negara dengan populasi besar yang tergabung dalam BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa). Hal ini disebabkan asumsi bahwa negara-negara dengan ekonomi besar tersebutlah yang dapat menggerakkan ekonomi dunia. Mungkinkah PD3 akan terjadi? Kuharap tidak. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dunia ini jika PD3 berlangsung. Apapun itu, sarjana HI memiliki tanggung jawab untuk mencegahnya, demi umat manusia.

Comments

Popular posts from this blog

Hotel Rwanda Analysis; Peran Politisasi Etnisitas sebagai Pemicu Ethnic Cleansing di Rwanda Tahun1994

Dinamika Perubahan Norma Internasional (Review Makalah Finnemore dan Sikkink)

Pembentukan Regional Peacekeeping Operation untuk Mengatasi Isu Keamanan di ASEAN

Richard Devetak: Memahami Postmodernisme

Patriarki dan Perdagangan Manusia di Indonesia