Disparitas Kekuatan Dunia


Pernah mendengar istilah Global South atau Global North? Itu adalah istilah yang digunakan para pengamat politik internasional untuk mengkategorikan negara maju dan negara berkembang. Selain kedua kategori itu, terdapat juga istilah LLDC (Least of the Less Developed Country) yang digunakan untuk mengkategorikan negara-negara sangat miskin dan tidak berkembang. Nah, sesungguhnya semua istilah-istilah itu adalah istilah yang dibuat oleh peradaban kolonialisme dan digunakan untuk semakin memperkuat posisi negara-negara Global North di percaturan politik internasional.


Saat ini, kolonialisme telah dilarang sepenuhnya oleh PBB. Hal ini disebabkan kolonialisme membuat negara-negara menjadi sangat kuat dan telah menjadi salah satu faktor utama mengapa Perang Dunia ke-2 dapat terjadi. Selain itu, kolonialisme telah menjadi sumber dari segala pelanggaran HAM, eksploitasi, penindasan, pemaksaan, dan segala dosa yang tak dapat diperkirakan. Maka, dekolonialisasi pun dilakukan.

Dekolonialisasi pada dasarnya memang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi negara-negara yang sebelumnya telah tertindas untuk dapat hidup mandiri. Namun, karena hal ini terjadi secara tiba-tiba, tidak semua negara siap menghadapinya. Akibatnya, mereka kembali menjadi korban penipuan dari PLN milik negara-negara maju. Hal ini memicu para ahli untuk menyimpulkan bahwa kolonialisasi negara-negara maju atas negara-negara berkembang telah terjadi lagi namun dalam bentuk yang berbeda. Oleh sebab itulah, istilah-istilah seperti Global North, Global South, dan LLDC masih dapat dipakai hingga sekarang.

Sebagai negara-negara Global South yang masih rentan mendapatkan eksploitasi daro negara-negara Global North, mereka pun melakukan reaksi untuk melawan. Reaksi yang pertama adalah mencari power. Biasanya negara-negara semacam ini akan membuat PLN yang berupa konfrontasi dengan negara-negara Global North kemudian membentuk sebuah aliansi dengan sesama negara-negara Global South.

Reaksi kedua adalah dengan mencari kekayaan. Untuk melakukan ini mereka dapat bekerjasama dengan negara-negara maju dan mengambil apa-apa yang penting bagi kemajuan negaranya bagi mereka. Pada umumnya, negara-negara yang menggunakan jalan inilah yang lebih banyak berhasil untuk melawan negara-negara Global North. Hal ini ditunjukkan dengan jelas oleh Cina yang kini ekonominya telah mengalahkan AS dengan jalan meminjam sistem ekonomi kapitalisnya.

Dengan melihat sistem politik global saat ini, para ahli pun memutuskan bahwa terdapat negara-negara baru yang telah dapat dikategorikan sebagai Global North meskipun posisi mereka ada di selatan dunia. Mereka kemudian disebut dengan NIC atau Newly Industrialized Country yang telah berhasil menjadi Core dari berbagai negara Periphery di dunia.[1] 

Sementara itu, terdapat pula negara-negara yang disebut dengan Semi-Perphery. Mereka biasanya adalah negara-negara middle power yang fungsinya adalah menghubungkan negara Core dengan negara Periphery. Contohnya adalah Indonesia yang menghubungkan Australia dan Timor-Timur.

Itulah sekilas tentang bentuk-bentuk disparitas dari kekuatan-kekuatan di dunia selama ini. Perlu diketahui bahwa kolonialisme sebenarnya sudah berlangsung sejak sangat lama. Hal itu disebabkan sebuah negara jika sudah memiliki kekuatan yang sangat besar cenderung akan berusaha untuk semakin memperbesar kekuasaannya. Dengan adanya organisasi internasional seperti PBB, setidaknya nafsu untuk berkuasa itu dapat lebih diawasi. Namun itu bukan berarti bahwa nafsu untuk memperbesar kekuasaan itu akan menghilang, karena itu merupakan sifat asli dari sebuah negara. Oleh sebab itu, ada kekhawatiran bahwa negara-negara BRICS yang nantinya akan menjadi penguasa dunia selanjutnya akan saling berperang untuk memperbesar kekuasaannya. Semoga saja itu tidak sampai terjadi ya.


[1] Negara Periphery adalah negara-negara yang sangat bergantung pada keberadaan negara core-nya. Analoginya adalah seperti bulan yang keberadaannya bergantung pada Bumi. 

Comments

Popular posts from this blog

Bahasa Arab dan pengaruhnya terhadap Bahasa Indonesia

Organisasi Regional

Memahami Konstruktivisme

Calon dan Kriteria Negara Maju di Kawasan Asia (Kriteria 1: Penerapan Pasar Bebas)

Sejarah dan Praktek Regionalisme Asia Tenggara