Politik Luar Negeri (Bag. 2)


Mari kita kembali kepada pengulasan mata kuliah politik internasional dan politik luar negeri. Sekilas kedua istilah tersebut jika dituliskan dengan bahasa Indonesia akan tampak mirip, namun untuk lebih memahami makna keduanya sekaligus dengan perbedaannya, maka kita perlu mengetahui kata sesungguhnya dalam bahasa inggris. Politik internasional berasal dari terminologi international politics yang merupakan sebuah interaksi timbal balik antara aktor-aktor negara dalam sistem internasional. Sementara politik luar negeri berasal dari kata foreign policy yang merupakan sebuah bentuk kebijakan negara A yang akan dikontribusikan pada sistem internasional. Perbedaan paling mendasar dari kedua terminologi ini adalah bahwa politik luar negeri memiliki kecenderungan untuk bersifat satu arah, sementara politik internasional sebaliknya. Misalnya, negara A membutuhkan teknologi untuk melakukan pembangunan, kemudian negara tersebut mengeluarkan politik luar negeri untuk memancing minat investor dari negara lain agar menanamkan modal untuk membangun teknologi di negaranya.

Walau begitu, definisi seperti yang disampaikan di paragraf pertama, yang kerap dipakai untuk membedakan antara politik internasional dan politik luar negeri, seringkali hanya terdapat pada ruang akademis dan tidak terdapat pada ruang praktis. Dalam tataran praktis atau implementasi, seringkali antara politik internasional dan politik luar negeri tidak terlihat suatu perbedaan yang substansial. Oleh sebab itu, pembahasan mengenai politik luar negeri dalam tataran akademis akan terasa sedikit rumit, sementara ketika diimplementasikan akan terasa sangat sederhana. Hal ini terjadi, karena kecenderungan para akademisi yang mempelajari mengenai politik luar negeri hanya berhenti sebatas tujuan mengembangkan ilmu mengenai politik luar negeri itu sendiri. Contohnya adalah perbandingan terminologi neoliberalisme dan neokonservatisme yang jika dibahas dalam tataran akademis akan menjadi sangats berbeda, namun dalam tataran implementasi keduanya sama-sama dapat digunakan untuk melabeli politik luar negeri Kerajaan Inggris pada pemerintahan PM Margaret Tatcher.

Pada dasarnya, politik luar negeri merupakan sebuah garis tegas yang menunjukkan batas antara kepentingan nasional dan kepentingan internasional. Hal ini sangat penting untuk diingat sebab di era kontemporer ini kita sering kali didongengkan propaganda seperti misalnya telah ada proses globalisasi yang semakin mengaburkan batas antarnegara dan menyatukan dunia ke dalam sebuah bentuk desa global. Ide mengenai desa global dapat dikatakan sebagai propaganda karena jika ide tersebut dipelajari dengan kerangka politik luar negeri, maka akan dapat ditemukan bahwa ide mengenai desa global merupakan sebuah politik luar negeri dari negara adidaya yang di dalamnya terselip kepentingan nasional negara tersebut.

Bukti dari pernyataan di atas dapat dilihat dalam kasu negara-negara berkembang. Negara-negara ini yang rata-rata merupakan negara muda, terkadang mengalami kesulitan untuk membuat garis tegas antara kepentingan internasional dengan kepentingan nasional mereka sendiri jika dihadapkan pada situasi pertemuan internasional. Seringnya, mereka akan menerima bulat-bulat sebuah kebijakan yang dihias dengan bunga kepentingan bersama, sementara mengorbankan kepentingan nasional mereka sendiri dan malah membantu memenuhi kepentingan nasional negara lainnya. Contohnya adalah kasus dimana Indonesia meratifikasi perjanjian perdagangan bebas ACFTA dengan dalih bahwa perjanjian tersebut akan memberikan keuntungan bersama bagi seluruh negara yang meratifikasinya. Kenyataannya, perjanjian tersebut lebih banyak menguntungkan perekonomian Singapura, sementara perekonomian Indonesia menjadi defisit. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kerangka berpikir politik luar negeri, Singapura jauh lebih sukses dibandingkan Indonesia dalam hal menentukan garis batas tegas antara kepentingan bersama ASEAN-China dengan kepentingan nasional negaranya sendiri. Indonesia mungkin tepat jika dikatakan naif karena percaya begitu saja akan janji terpenuhinya kepentingan bersama dari ACFTA tanpa berusaha untuk memenuhi kepentingan nasionalnya sendiri.

Jadi sesungguhnya, apa itu politik luar negeri? Politik luar negeri merupakan seperangkat formula nilai, sikap, dan arahan yang digunakan sebuah negara dalam rangka mempertahankan kepentingan nasionalnya dalam percaturan internasional. Jika ingin belajar seperti apa politik luar negeri yang paling baik, maka kita perlu untuk belajar dari negara-negara adidaya. Umumnya negara-negara adidaya menggunakan foreign aid sebagai manifestasi dari kepentingan nasionalnya. Contohnya adalah Australia dengan AusAid, AS dengan USAid, Jepang dengan JICA. Negara-negara emerging pun banyak yang mengikuti contoh ini, seperti Malaysia dengan MICA dan Thailand dengan TICA. Walaupun disebut aid atau bantuan, namun seringnya aid ini dapat berupa utang berbunga lunak atau benar-benar bantuan, namun dengan syarat tertentu. Tujuan dari foreign aid adalah untuk memastikan agenda kepentingan nasional negara tersebut dapat berjalan. Contohnya adalah foreign aid yang diberikan AS untuk melakukan investasi teknologi pertambangan di Indonesia guna memudahkan perusahaan multinasionalnya melakukan bisnis di Indonesia. Politik luar negeri semacam inilah yang masih belum dimiliki Indonesia. Ketika memberikan bantuan, Indonesia tidak memberikan syarat apapun pada penerima bantuan, sehingga Indonesia pun belum bisa menjalankan kepentingan nasionalnya di negara tersebut sebagaimana negara-negara yang memberikan foreign aid.

Walau begitu, seringnya Indonesia memberikan bantuan tanpa menunjukkan kepentingan nasionalnya juga berdampak baik pada reputasi Indonesia sebagai aktor truistik yang rela membantu negara lain dengan tulus. Reputasi inilah yang membuat Indonesia selalu dipercaya sebagai penengah suatu konflik. Reputasi ini pula yang membuat Indonesia begitu dihargai dalam percaturan internasional. Namun tetap saja, reputasi ini hanya memenuhi kepentingan nasional Indonesia pada bidang politik saja. Perekonomian Indonesia tetap tidak tertolong banyak melalui politik luar negeri Indonesia. Dalam kajian tentang politik luar negeri, sering disebutkan bahwa sering terdapat ketidakseimbangan antara pemenuhan kepentingan politik dan ekonomi suatu negara. Indonesia tentu merupakan salah satunya.

Kesimpulannya, politik luar negeri adalah instrumen untuk mempertahankan kepentingan nasional. Sehingga tidak boleh suatu negara memformulasikan kepentingan nasional hanya untuk menjawab kepentingan bersama, namun merugikan kepentingan nasional sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Hotel Rwanda Analysis; Peran Politisasi Etnisitas sebagai Pemicu Ethnic Cleansing di Rwanda Tahun1994

Dinamika Perubahan Norma Internasional (Review Makalah Finnemore dan Sikkink)

Pembentukan Regional Peacekeeping Operation untuk Mengatasi Isu Keamanan di ASEAN

Richard Devetak: Memahami Postmodernisme

Patriarki dan Perdagangan Manusia di Indonesia