Perjuangan Diplomatik Indonesia: Perjanjian Penghentian Permusuhan antara Indonesia dan Belanda


Dalam sebuah pidatonya, beberapa hari setelah perjanjian Renville ditandatangani, Bung Hatta pernah menanyakan kepada rakyat Indonesia, “Apakah perjuangan kemerdekaan kita telah mengalami kemunduran?” Pertanyaan ini dilontarkan karena melihat kekecewaan yang dalam dari segenap rakyat Indonesia begitu mengetahui bahwa wilayah Indonesia semakin berkurang akibat perjanjian Renville. Banyak juga yang beranggapan lebih baik melanjutkan perjuangan bersenjata, daripada perjuangan diplomatik. Sebab bangsa Indonesia saat itu berpikir lebih baik mati di tangan penjajah daripa menyerahkan sebagian tanah airnya.

Mengetahui hal itu, Bung Hatta kemudian menjawab pertanyaannya sendiri dengan tegas, ”Tidak, perjuangan kita justru sedang mengalami kemajuan!”
Alasan Bung Hatta berani berkata seperti itu adalah karena saat itu bangsa Indonesia telah mendapatkan pengakuan resmi dari dunia internasional. Itu adalah sebuah hal yang tidak pernah didapatkan oleh bangsa Indonesia selama mereka melakukan perjuangan bersenjata. Selama ini, perjuangan bersenjata yang dilakukan oleh bangsa Indonesia terhadap Belanda hanya dianggap sebagai aksi terorisme yang akan mengancam kedaulatan Belanda. Dan karena Belanda pada saat itu sudah memiliki posisi tawar yang baik di dunia internasional, maka mereka dapat dengan mudah meyakinkan para petinggi PBB, bahwa perjuangan bersenjata Indonesia adalah ancaman serius yang tidak boleh dibiarkan begitu saja.

Dengan melakukan perjuangan diplomatik, bangsa Indonesia telah berhasil menyadarkan dunia internasional bahwa perjuangan yang mereka lakukan adalah sebuah perjuangan untuk merebut kembali hak-hak mereka dari tangan Belanda. Walaupun harus merelakan wilayahnya semakin menyempit, namun bangsa Indonesia telah berhasil mendapat satu hal yang berharga, yaitu pengakuan serta dukungan penuh dari dunia internasional. Inilah yang kemudian membuat PBB mengutus sebuah komisi khusus untuk menangani kasus Indonesia yang bernama UNCI dan melahirkan pernyataan Van Royen-Roem.

Melalui pernyataan Van Royen-Roem, dibuatlah sebuah perjanjian untuk mengakhiri segala bentuk kekerasana antara Indonesia dan Belanda. Perjanjian inilah yang telah memberikan kemajuan pesat dari perjuangan diplomatik Indonesia dalam rangka mendapatkan pengakuan internasional. Hal ini ditunjukkan dengan hadirnya UNCI secara penuh dalam pembuatannya.

Dalam Perjanjian Penghentian Permusuhan antara Indonesia dan Belanda, terdapat empat poin penting. Poin pertama adalah perintah agar kedua pihak menghentikan segala bentuk gerakan militer di Indonesia. Diharapkan juga agar kedua pihak saling bekerjasama untuk menjaga ketertiban serta keamanan. Di bagian akhir dari poin pertama terdapat peringatan keras bagi yang melanggarnya, seperti di bawah ini.

Kepada sekalian orang diperingatkan bahwa pelanggaran terhadap perintah ini sesudah batas waktu dan tanggal jang tersebut di atas tadi akan dihukum menurut peraturan hukum militer yang berlaku.

Dengan adanya peringatan seperti itu, maka Indonesia tidak perlu lagi khawatir akan agresi militer dari Belanda seperti sebelumnya. Sebab seluruh dunia akan mengawasi segala tindak-tanduk dari Belanda dan telah bersedia untuk menghukumnya apabila melakukan kesalahan.

Pada poin kedua, terdapat perintah untuk mensosialisasikan perintah-perintah yang telah disepakati dalam perjanjian ini. Diperintahkan juga agar segala upaya yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak setelah itu harus dikerahkan untuk menghilangkan rasa benci serta curiga yang masih dirasakan oleh sebagian penduduk. Untuk itu diminta agar siaran-siaran radio dan media lainnya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Intinya, melalui perintah ini, diharapkan agar tercipta perdamaian antara Indonesia dan Belanda. Perdamaian yang bukan hanya di ranah politiknya saja, namun juga di ranah sosialnya, sehingga untuk ke depannya dapat terjadi hubungan harmonis antara Indonesia dan Belanda yang dapat mewujudkan kemajuan umat manusia.

Untuk memastikan poin kedua dapat dilaksanakan dengan baik, terdapat regulasi-regulasi khusus, antara lain:

1. Pelarangan penggunaan siaran radio atau media lainnya untuk melakukan propaganda

2. Pelarangan tindakan terorisme serta ancaman kepada salah satu pihak

3. Pelarangan melakukan segala tindakan yang dapat merugikan usaha kerjasama kedua pihak

4. Pelarangan melakukan pembalasan dendam, dan

5. Pelarangan melakukan segala bentuk provokasi

Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa dunia benar-benar mendukung usaha perdamaiana antara Indonesia dan Belanda.

Di Poin ketiga terdapat peraturan-peraturan teknis untuk melaksanakan Perjanjian Penghentian Permusuhan antara Indonesia dan Belanda. Terdapat sebelas pasal yang menjelaskan apa-apa saja yang harus dilakukan kedua belah pihak, seperti menentukan zona patroli masing-masing, kemudian regulasi bagi setiap zona. Diberitahukan juga bahwa sebuah Dewan Pusat bernama Central Joint Board akan dibentuk guna memfasilitasi permusyawaratan antara kedua pihak. Dewan Pusat ini akan diketuai oleh salah satu wakil UNCI.

Pembentukan Dewan Pusat pada dasarnya adalah inti dari poin ini. Sebab disebutkan bahwa Dewan Pusatlah yang akan mengawasi segala pelaksanaan dari perintah-perintah yang disebutkan dalam Perjanjian Penghentian Permusuhan antara Indonesia dan Belanda. Dengan adanya Dewan Pusat, Indonesia menjadi memiliki posisi tawar yang lebih tinggi di dunia internasional. Ini merupakan modal yang sangat baik untuk melanjutkan perjuangan diplomatik Indonesia ke depannya.

Poin keempat sekaligus poin terakhir adalah sebuah perintah untuk segera menyusun pedoman kerjasama militer antara Indonesia dan Belanda. Pedoman tersebut akan berisi definisi-definisi dan aturan-aturan militer untuk membantu pelaksanaan persetujuan antara kedua belah pihak. Selain itu akan ditambahkan detail-detail teknis untuk semakin memperjelas perintah-perintah yang telah disebutkan sebelumnya.

Dengan ditandatanganinya Perjanjian Penghentian Permusuhan antara Indonesia dan Belanda, bangsa Indonesia berhasil menghentikan pertikaian yang selama ini telah menghasilkan banyak korban jiwa. Bangsa Indonesia juga dapat semakin berkonsentrasi untuk melanjutkan perjuangan diplomatiknya. Terbukti mereka berhasil mencapai mahkamah internasional Den Haag untuk melaksanakan Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan pengakuan resmi dari Belanda atas kemerdekaan Indonesia. Ya, bangsa Indonesia pada akhirnya berhasil menang atas penjajah Belanda dengan melakukan perjuangan diplomatik selama empat tahun setelah melakukan proklamasi. Sungguh sebuah prestasi yang tak pernah dicapai dengan melakukan perjuangan bersenjata selama tiga ratus tahun lebih.

Jadi, pernyataan Bung Hatta bahwa perjuangan Indonesia telah mengalami kemajuan pesat meski wilayahnya telah disunat habis-habisan adalah benar adanya. Meskipun harus mengorbankan sebagian wilayahnya untuk sementara, namun dengan pengakuan internasional yang didapat setelah itu bangsa Indonesia dapat merebut kembali wilayahnya dari tangan Belanda. Ini menunjukkan bahwa dengan diplomasi yang baik, segala tindakan kekerasan dapat dihindari dan tujuan yang berusaha dicapai akan didapat dalam waktu yang cukup singkat. Itulah pelajaran yang sangat berharga tentang diplomasi dari Indonesia yang juga merupakan alasan saya untuk memilih perjanjian ini sebagai bahan tugas mata kuliah Pengantar Diplomasi.

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Menjadikan Demokratisasi sebagai Agenda Politik Luar Negeri akan menjadi Masalah

Donald E. Weatherbee: 50 Tahun ASEAN Bukanlah Indikator Keberhasilan Regionalisme

Politik Luar Negeri

Kemerosotan Norma Keamanan Manusia dalam Kebijakan Imigrasi Australia Pasca-1992

Awal dari Kejatuhan: Perkembangan Diskursus Anti-Komunisme di Ruang Publik Vietnam Pasca-Doi Moi