Book Review: Bioteknologi dan Kapitalisme: Perubahan Makna Kehidupan Manusia



Kehidupan merupakan hal yang paling esensial bagi manusia. Banyak cara digunakan untuk mempertahankan dan memperpanjang kehidupan yang ada. Kehidupan terus diupayakan untuk dapat direproduksi dan diregenerasi. Kecenderungan manusia yang menginginkan untuk terus hidup dan memiliki kehidupan sesuai dengan yang mereka inginkan secara tidak langsung memicu kehadiran bioteknologi sebagai salah satu alternatif solusi dari permasalahan tersebut. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan alam pun menjadi di luar batas imajinasi serta hukum keterbatasan dari alam itu sendiri. Tanpa disadari, ada beberapa hal penting yang luput dari perhatian manusia akan kehadiran bioteknologi itu sendiri. Bagaimana bioteknologi tersebut diciptakan? Atas dasar apa bioteknologi itu dipertahankan dan dikembangkan demi kehidupan manusia? Bagaimana prospek dan dampak dari bioteknologi itu? Oleh dasar pertanyaan tersebutlah maka penulis akan mengkomparasikan dan me-review dua buah buku yang menjawab tentang bagaimana sebenarnya peran dari bioteknologi dalam kehidupan manusia. 


Buku Pertama: The Global Genome 

Buku The Global Genome yang ditulis oleh Eugene Thacker menjelaskan secara detail mengenai sebuah konsep yang bernama biological exchange (pertukaran biologis). Thacker menjelaskan bahwa biological exchange merupakan sebuah praktek yang umum dilakukan saat ini berkat perkembangan industri bioteknologi. Secara definitif, biological exchange adalah perpindahan material biologis dari satu tubuh ke tubuh lainnya dengan menggunakan seperangkat teknik dan teknologi, seperti transfusi, transplantasi, dan inseminasi. Thacker kemudian menjelaskan bagaimana kemudian setelah sebuah materi biologis berhasil diekstrak dari tubuh manusia, materi tersebut dapat didigitisasi ke dalam bentuk data yang kemudian dipatenkan menggunakan undang-undang hak kekayaan intelektual untuk diperjualbelikan. Bagaimana praktek jual beli tersebut terjadi di dalam sebuah jaringan yang dibentuk oleh kekuatan ekonomi dan hukum. Melalui penjelasan ini, Thacker membuat hipotesis bahwa biological exchange berlangsung dalam dimensi biologis dan dimensi ekonomi. Thacker kemudian berargumen bahwa dampak yang dihasilkan dari biological exchange akan mempengaruhi bagaimana manusia memandang makna kehidupan (life itself). 

Untuk membuktikan argumennya, Thacker menjelaskan mengenai apa itu biological exchange dan kaitannya dengan globalisasi. Secara biologis, apa itu biological exchange telah dijelaskan pada definisi di paragraf pertama. Namun, jika kita memasukkan unsur jual-beli ke dalam konsep tersebut, maka biological exchange dapat dikatakan sebagai sebuah proses pengubahan materi biologis menjadi sebentuk entitas yang dapat digerakkan dan didistribusikan dengan mudah. Dengan kata lain, biological exchange adalah sebuah proses komodifikasi materi biologis. Hal ini menjadi memungkinkan dengan adanya perkembangan bioteknologi yang berbasiskan pada Genetic Code. Melalui teknologi ini, materi biologis, seperti DNA, yang sebelumnya hanya dapat disimpan di dalam tabung basah, dapat didigitisasikan ke dalam bentuk data agar dapat didistribusikan melalui jaringan global, dan dimaterialisasikan kembali menjadi produk-produk kesehatan, seperti obat dan vaksin. Hal ini berarti bahwa DNA yang merupakan esensi paling dasar pembentuk kehidupan telah dapat diubah menjadi sebuah informasi yang dapat dengan mudah diperjualbelikan. Itu artinya, kita sekarang sudah bisa memperjualbelikan kehidupan hanya dengan berbekal jaringan global. 

Biological Exchange menjadi terkait dengan globalisasi berkat kemampuannya untuk mengintegrasikan materi biologis ke dalam jaringan global. Untuk menjelaskan apa itu globalisasi, Thacker mengambil definisi dari Giddens, Sassien, Water, Wallerstein, dan Castell. Melalui mereka, Thacker menyimpulkan bahwa globalisasi adalah proses pertukaran informasi secara simultan yang memungkinkan peristiwa lokal mempengaruhi peristiwa di daerah bermil-mil jauhnya dan sebaliknya yang terjadi akibat perkembangan teknologi informasi. Kemudian melalui teori Wallerstein, Thacker mengungkapkan bahwa globalisasi mengubah aspek politis, ekonomi, dan budaya secara drastis berkat adanya pertukaran informasi yang simultan terkait ketiga aspek tersebut. Pertukaran politik menyebabkan adanya internasionalisasi (organisasi internasional, regional, dsb.), pertukaran ekonomi menyebabkan adanya lokalisasi (jual-beli barang tanpa perlu berpindah tempat), dan pertukaran kebudayaan menyebabkan adanya budaya global. Dengan menggunakan teori ini dan fakta bahwa biological exchange memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan materi biologis ke dalam jaringan global untuk kemudian diperjualbelikan, maka dapat dikatakan bahwa aspek biologis akan mengalami perubahan drastis berkat adanya pertukaran informasi yang simultan. Dalam hal ini, Thacker berargumen bahwa biological exchange akan menyebabkan adanya rematerialisasi. Hasilnya, penelitian terkait genetika menjadi lebih efisien karena variabel penelitian mereka dapat dimobilisasi dengan mudah, praktek medis terkait genetika menjadi lebih efektif karena bioteknologi memungkinkan pemeriksaan terhadap genetika yang lebih akurat, dan industri-industri bioteknologi menikmati keuntungan yang besar dari semua itu, sehingga mereka dapat mengekspansi perusahaannya. 

Dari penjelasan panjang tersebut, Thacker menarik kesimpulan bahwa terdapat tiga prinsip biological exchange, yaitu: (1) Biological exchange mengubah materi biologis menjadi informasi; (2) informasi dapat berbentuk material (cont: tabung basah) dan nonmaterial (cont: data); (3) Biological exchange bertujuan untuk mengintegrasikan materi biologis dengan jaringan global. Dampak dari biological exchange adalah hancurnya batas antara hal-hal yang bersifat materiil dan nonmateriil. Kehidupan pun tidak lagi hanya dapat dipahami sebatas hal-hal yang bersifat biologis atau materiil saja. DNA yang telah didigitisasikan juga merupakan bagian dari kehidupan karena mereka membawa identitas kehidupan. Dengan demikian, biological exchange membuka kemungkinan untuk kita memperjualbelikan kehidupan. 



Buku Kedua: Life as Surplus 


Buku Life as a Surplus yang ditulis oleh Melinda Cooper ini kurang lebih menjelaskan tentang bagaimana manusia berusaha untuk merekayasa dan terus mereproduksi kehidupan di atas bumi serta mencoba melewati batas ruang dan waktu. Seperti judul pada chapternya, Life Beyond the Limits, Melinda Cooper memaparkan bagaimana manusia pada saat ini mencoba mempertaruhkan kehidupan pada ruang serta waktu yang memiliki keterbatasan tersendiri. Dalam chapter pertamanya ini, ia juga menjelaskan tentang bagaimana sebenarnya teknologi dalam bentuk rekayasa kehidupan-atau sering disebut dengan bioteknologi-pertama kali muncul, bagaimana genealoginya, dan untuk tujuan apakah bioteknologi ini pertama kali diciptakan. 

Bioteknologi, diciptakan menjadi sebuah alternatif solusi untuk mempertahankan dinamika dan eksistensi neoliberalisme serta kapitalisme. Di chapter pertama ini Melinda Cooper menjelaskan tentang genealogi terciptanya bioteknologi dalam kerangka neoliberalisme yang menjadikan bioteknologi tersebut menjadi bentuk kapitalisme kontemporer dan sekaligus mampu menjawab tantangan ekologi bumi yang terbatas. Diawali pada masa pasca-Perang Dunia II dimana Amerika mengalami kejatuhan di bidang ekonomi yang cukup serius. Pada tahun 1960-an akhir sampai pertengahan 1970-an menjadi sebuah masa yang menentukan sekaligus mampu meramalkan masa depan yang luar biasa dalam bidang ekonomi dan politik baik bagi Amerika maupun kompetitornya. 

Hal yang paling signifikan adalah tentang laporan dari The Club Rome yang juga disebut sebagai Meadows team, melaporkan tentang krisis yang terjadi pada Fordisme. Mereka menyatakan bahwa apabila terdapat krisis dalam waktu dekat, krisis tersebut bukanlah sesuatu yang dapat diukur dengan skala ekonomi yang masih konvensional seperti krisis pada segi produktivitas ataupun pada pertumbuhan ekonomi, melainkan krisis pada keseluruhan bidang reproduksi. Menurut Club of Rome, bumi, ekosistem dan seluruh yang ada pada biosfer ini memiliki keterbatasannya masing-masing, sehingga hal yang dipertaruhkan saat itu tidak lain yaitu harus melanjutkan reproduksi pada biosfer bumi dan meningkatkan kehidupan di masa depan pada bumi. Sebuah tanda yang paling jelas akan krisis yang segera terjadi yaitu krisis dalam kehidupan, pada seluruh ketidakseimbangan ekosistem, bumi dalam keadaan sangat lemah, dan mengalami penurunan drastis, dari level polusi sampai kelaparan pada manusia, dan meningkatnya tingkat kepunahan berbagai jenis makhluk hidup. 

Club of Rome, dalam laporannya berusaha untuk mensimulasikan kemungkinan masa depan bumi dengan memperhatikan beberapa interaksi dan kecenderungan di antara lima bidang dasar kehidupan yaitu: pertumbuhan populasi, industrialisasi, produksi pangan, penipisan sumber daya yang tidak dapat diperbarui, dan juga polusi. Awalnya, laporan mereka ditekan dengan berbagai ketidakmungkinan pada prediksi yang tepat, dan dalam beberapa variasi, mengulangi beberapa simulasi program mengarah pada satu hal yang konstan : hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhan populasi dan industri, tidak dapat berlanjut secara tidak terbatas tanpa melawan sifat keterbatasan yang melekat pada beberapa bidang yaitu : produksi agrikultural, supply energi, dan polusi. Bahkan 97% produksi industri termasuk dalam bidang agrikultur, sangat bergantung pada BBM seperti gas alam, minyak, dan batu bara. Laporan tersebut mengantisipasikan tentang kelanjutan pertumbuhan ekonomi yang harus berhadapan dengan keterbatasan yang tidak dapat dihindari. Keterbatasan tersebut memiliki dua ketegori, tidak hanya tentang penipisan sumber daya yang tidak dapat diperbarui, namun juga keberlangsungan lingkungan hidup yang justru terus membangun racun bagi kehidupan karena efek industrialisasi, dan juga sampah non organik yang tidak dapat dikurangi. 

Berdasarkan laporan Club of Rome tersebut, mereka mengasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang sangat dekat kaitannya dengan produksi di bidang industri, akan mengalami kejatuhan yang drastis saat mencapai batas geokimia yang dimiliki oleh bumi sebagai sumber energi. Pada awal 1970-an pula, terjadi kenaikan tingkat emisi karbon yang sangat drastis, hal ini menunjukkan sebuah fakta yang paling sederhana bahwa bumi kita terbatas. Walaupun kita tidak mampu menghitung keterbatasan tersebut secara akurat, tetapi keterbatasan tidak dapat dihindarkan. 

Dua puluh tahun kemudian setelah adanya laporan dari Club of Rome tersebut, manusia kemudian mencoba untuk melewati keterbatasan. Melalui teknologi yang lebih canggih, keterbatasan tersebut kini bukan lah pada ruang tetapi hanya pada waktu. Hal tersebut didasarkan bahwa manusia mampu hidup pada ruang yang terbatas, sekalipun mereka belum mengetahui bahwa ruang tersebut sebenarnya memiliki keterbatasan. Manusia mampu terus menjalankan kehidupannya, menggunakan berbagai sumber daya alam, sebelum mereka mengetahui bahwa sumber daya tersebut terbatas. Namun demikian, tetap saja pertumbuhan ekonomi harus memperhatikan ketidakseimbangan ekologi dan biologi yang tengah terjadi. Laporan dari Club of Rome pun dapat dibantah bahwa laporan tersebut hanya berdasarkan pada penghitungan kuantitatif secara sederhana saja. Maka diperlukan sebuah metode kualitatif yang mampu mengubah keterbatasan tersebut. Pada tahun 1970an mulai banyak teoritikus yang mencoba merestruktur perekonomian Amerika Serikat, yakni mengubah jalannya perekonomian yang selama ini berdasarkan pada industri berat dan tangible commodities menjadi sebuah perekonomian yang berbasiskan inovasi, dimana sebuah kreativitas dari pemikiran manusia (sebuah sumber daya yang tanpa batas) akan mampu menggantikan produksi masal dari tangible commodities. Ekonomi yang berbasiskan inovasi tersebut dapat dilihat pada masa Ronald Reagan bagaimana kemudian ia memangkas pengeluaran dan budget untuk kesejahteraan publik dan mengalihkan 60% dananya untuk penelitian di bidang bioteknologi maupun industri obat-obatan dan farmasi. 

Dari genealogi tersebut bisa dilihat sebuah pergeseran bagaimana untuk terus mampu memproduksi demi keuntungan ekonomi, tidak lagi berdasarkan ruang dan teritori yang ada, tetapi mereka mencoba untuk menciptakan, mereproduksi serta meregenerasi ruang yang ada. Bahkan semenjak seorang Fisikawan yang bernama Freeman Dyson mengungkapkan bahwa waktu tidak memiliki keterbatasan, manusia semakin optimis untuk mengkomodifikasi dan mengkapitalisasi seluruh wujud biologis. Di Amerika Serikat sendiri, dengan gamblang hal tersebut terlihat pada bentuk-bentuk hak paten yang dimiliki oleh seseorang dalam hal wujud biologis tertentu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ia akan mampu untuk mengakumulasi kapitalnya dengan hak paten atas sebuah wujud materi biologis yang ia miliki tanpa harus meminta persetujuan hak dari orang atau makhluk hidup yang memilikinya. 

Menurut Melinda Cooper, bioekonomi kemudian menjelma menjadi sebuah makhluk tersendiri yang mampu menggantikan roda perekonomian yang berbasiskan pada model konvensional secara masif. Kehadiran industri di bidang bioteknologi tidak dapat dipisahkan dari kapitalisme dan neoliberalisme. Revolusi di bidang bioteknologi ini sendiri, menjadi sebuah hasil dari seperangkat tindakan yang merepresentasikan kepentingan politik untuk merelokasi produksi ekonomi pada tingkatan yang lebih kecil seperti pada level genetika, molekul, atau bahkan sel. Dan dengan demikian maka kehidupan, mampu dijadikan sebuah ruang tambahan untuk akumulasi kapital. Bagaimana caranya? Tidak lain adalah melalui seperangkat aturan yang kemudian memberikan hak paten untuk memproduksi atau meregenerasi pada tingkat penelitian dan perkembangan bioteknologi. 

Keberadaan bioteknologi menjadi sebuah hal yang berdampak masif. Tidak hanya menjanjikan tentang kehidupan yang dapat terus menerus direproduksi tetapi juga pengakumulasian kapital dari bentuk yang paling sederhana. Satu contoh yang paling nyata adalah keberhasilan teknologi dan ilmu pengetahuan alam dalam teknik rekombinan DNA. Maka lewat industri bioteknologi ini lah manusia mampu menciptakan makhluk dalam bentuk lain yang akan menambah produksi dan pertumbuhan ekonomi mereka. Maka jelas dipaparkan dalam buku ini bahwa bioteknologi merupakan sebuah bentuk restrukturisasi dari kapitalisme dalam era neoliberal saat ini, dan lagi dari konsep bioteknologi ini mampu berkembang menjadi bioekonomi yang nantinya akan mempengaruhi perkembangan dari segi biopolitik dan biopower sebuah negara. 


Review 




Dari kedua buku tersebut, kita mendapatkan pengetahuan bahwa perkembangan bioteknologi kontemporer menyebabkan hilangnya batas antara benda yang bersifat materiil dan nonmateriil, sehingga kehidupan menjadi mungkin untuk dikomodifikasi. Kemudian, kita juga menjadi mengetahui bahwa perkembangan bioteknologi tersebut sejalan dengan kepentingan sistem kapitalisme. Dari kedua buku ini dipaparkan dengan jelas tentang kebangkitan bioteknologi sebagai salah satu alat untuk membangun kembali perekonomian yang harus tetap tumbuh guna menjaga kelangsungan hidup di tingkat negara. Buku pertama menjelaskan tentang bagaimana pengakumulasian kapital tersebut melalui biological exchange dan juga dibantu dengan perkembangan bioteknologi. Dalam buku kedua, secara lebih rinci lagi dijelaskan tentang bagaimana bioteknologi, dari konsep awalnya memang ditujukan untuk meregenerasi dan mereproduksi kehidupan demi kepentingan ekonomi. Persamaan contoh yang diusung dari kedua buku ini adalah sebuah hak paten yang didasarkan pada bioteknologi-atau dalam kata lain kepemilikan dan hak atas materi biologis tertentu tanpa harus memiliki materi biologis itu sendiri-mampu menciptakan akumulasi kapital dan berdampak signifikan bagi perubahan di bidang industri. 

Secara keseluruhan argumen dari kedua buku tersebut bersifat counter-intuitive dan bermaksud untuk mengdekonstruksi pemikiran pembacanya. Hal tersebut dikarenakan bahwa argumen-argumen yang terdapat dalam kedua buku ini sangat berkebalikan dengan apa yang dilihat dan dirasakan oleh masyarakat pada umumnya. Bioteknologi yang secara umum dianggap sebagai salah satu terobosan untuk menciptakan kehidupan manusia yang lebih baik justru digambarkan sebagai bentuk imperialisme dari kapitalisme di era modern. Pun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa penyajian materi dan pemaparan fakta dari kedua buku tersebut berhasil terjelaskan dengan sangat baik dan meyakinkan pembaca. Selain itu, penggunaan bahasa dalam penyajian materi di kedua buku ini sangat baik, dalam arti mampu dipahami oleh pembaca. Alurnya menarik, dalam buku ini penulis juga tidak berusaha untuk terlalu bersikap skeptis pada neoliberalisme, mereka hanya menyajikan bentuk fakta-fakta yang mengalami pergeseran paradigma. Namun pada akhirnya pemaparan dari buku tersebut tetap saja tidak mampu dilepaskan dari kehadiran kapitalisme untuk mempertahankan eksistensinya dalam wujud yang baru. 

Pada akhirnya, membaca dan me-review buku The Global Genome dan Life as a Surplus membuat penulis menyimpulkan bahwa bioteknologi bukanlah merupakan sesuatu yang lugu. Jika dilihat sekilas, maka mudah mengatakan bahwa bioteknologi dibuat untuk menjamin kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia. Namun jika hal tersebut diproblematisasi lagi, seperti yang telah dilakukan oleh Thacker dan Cooper, kita akan menemukan bahwa bioteknologi hadir berdasarkan kepentingan dan tujuan tertentu. Dalam hal ini, Thacker dan Cooper berargumen bahwa bioteknologi hadir atas kepentingan sistem kapitalisme dan bertujuan untuk mengkomodifikasi kehidupan. Walaupun agak sulit untuk menerimanya ketika pertama kali membacanya, namun penjelasan yang terstruktur dengan rapi oleh Thacker dan Cooper membuat penulis dapat menerimanya perlahan-lahan. Kedua buku ini dapat menjadi bahan referensi yang baik bagi siapapun yang ingin membuat kajian kritis terkait biological science.

Ditulis oleh: Ikhsani Retnoningtyas dan Gema Ramadhan Bastari

Comments

Popular posts from this blog

Bahasa Arab dan pengaruhnya terhadap Bahasa Indonesia

Organisasi Regional

Memahami Konstruktivisme

Calon dan Kriteria Negara Maju di Kawasan Asia (Kriteria 1: Penerapan Pasar Bebas)

Sejarah dan Praktek Regionalisme Asia Tenggara