Globalisasi


Globalisasi, sebuah kata yang mampu mendefinsikan abad 21. Apa itu globalisasi? Sampai sekarang belum ada definisi yang dapat disetujui oleh semua orang perihal globalisasi tersebut. Hal ini disebabkan globalisasi sendiri masih berupa barang baru dan keberadaannya masih berupa asumsi beberapa sarjana HI. Satu hal yang jelas, globalisasi selalu identik dengan isitilah seperti universal, interdependensi, interaksi, menyeluruh, dan tanpa batas. Dan yang pasti, globalisasi telah membuat dunia ini semakin sempit. Untuk dapat mengenal lebih dekat mengenai apa itu globalisasi, tentu kita harus melihat terlebih dahulu seperti apa sejarah perkembangannya.


Globalisasi telah dimulai sejak zaman keemasan Islam. Pada masa itu, imperium Islam yang amat kuat telah menjebol tembok-tembok pembatas berbagai imperium dunia-yang sebelumnya saling menutup diri dan bersikap eksklusif. Hasilnya, terjadi pertukaran berbagai hal antara imperium-imperium tersebut. Di anataranya yang paling berperan dalam perkembangan globalisasi adalah pertukaran ilmu-ilmu yang sebelumnya hanya dimiliki oleh masing-masing imperium yang menutup diri tersebut tanpa membaginya dengan dunia luar. Pertukaran ilmu inilah yang mengakibatkan terjadinya internasionalisasi ilmu pengetahuan dan mempercepat kemajuan umat manusia.

Pada akhirnya, Imperium Islam yang amat kuat itu pun harus runtuh. Namun, berbagai kemajuan yang telah dibuat Islam pada masa itu sudah menyebar ke seluruh dunia termasuk Eropa. Berkat hal itu, muncullah Renaissance di Eropa yang menandai berakhirnya masa penjajahan gereja dan menumbuhkan kemajuan yang amat pesat di bidang ilmu pengerahuan. Kemajuan Eropa menjadi semakin pesat sejak ditemukannya mesin uap oleh James Watt yang menandai awal dari revolusi industri. Ya, itulah peristiwa yang mengubah wajah dunia ini selamanya.

Mesin uap hanyalah awal. Industrialisasi menyusul kemudian dan menguasai seluruh sektor Eropa. Benua itu pun melaju dengan kecepatan yang amat tinggi di bidang pembangunan teknologi dan dari situlah globalisasi semakin berkembang. Di antara kemajuan bangsa Eropa yang sangat mempercepat arus globalisasi adalah kemajuan teknologi informasi dan transportasi. Segera saja setelah hal itu terwujudkan, dunia menjadi tempat yang amat sempit dan batas-batas negara menjadi bias. Kini, orang yang berada di belahan dunia yang berbeda telah mampu berkomunikasi dengan sangat mudah, terimakasih pada kemajuan dari Eropa tersebut.

Fenomena inilah yang memunculkan asumsi bahwa dunia ini sedang bergerak dalam arus yang mengarahkan pada pembentukan masyarakat global, dimana seluruh aspek manusia melebur menjadi satu padu, membentuk sesuatu hal baru yang bersifat universal. Inilah pandangan dari kaum globalis yang mendukung keberadaan globalisasi.

       Sayangnya, tidak semua orang setuju dengan pandangan ini. Kaum tradisionalis justru beranggapan bahwa globalisasi itu tidak ada, yang ada hanyalah Kapitalisasi atau Amerikanisasi. Pandangan ini didasari fakta bahwa arus globalisasi justru mengarah pada satu negara penguasa saja, yakni Amerika Serikat  yang merupakan pioner dari Kapitalisme. Sehingga dapat dikatakan bahwa bukan peleburan dunia yang terjadi, namun asimilasi dunia pada satu negaralah yang terjadi. Menyikapi hal ini, kaum transformasionalis lebih memilih menengahi kedua pihak yang bertikai.

Biar bagaimanapun juga, tidak dapat dipungkiri bahwa dunia saat ini telah menjadi sangat sempit. Bepergian antarnegara kini telah menjadi sangat mudah, bahkan kita tidak perlu pergi ke negara lain untuk mengetahui keadaan negara tersebut. Cukup dengan melihat di internet dan semuanya beres. Kebudayaan pun seolah tidak memiliki identitas lagi. Kita dapat melihat budaya Amerika di Jepang, kemudian budaya Korsel di Indonesia, dsb. Perdagangan pun sekarang tidak terbatas di dalam negeri saja. Agar lebih maju, perusahaan-perusahaan mulai berlomba-lomba meraih keuntungan dengan berdagang pada negara-negara lain. Hal ini tanpa disadari akan menimbulkan ketergantungan atau interdependensi yang melampaui batas negara. Terlepas dari semua hal positif itu, masih terdapat hal negatif yang semakin menonjol, yaitu berkembangnya konflik yang semakin rumit. Konflik yang amat rumit ini disebabkan terjadinya melampaui batas negara, dimana setiap negara pasti memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Akibatnya, konflik pun menjadi semakin rumit dan sulit dikendalikan. Bahkan, konflik-konflik baru pun bermunculan, seperti konflik lingkungan, kejahatan transnasional, dll.

Jadi, apakah sebenarnya Globalisasi? Itu adalah sebuah kesempatan. Kesempatan yang diberikan pada setiap negara untuk maju dan berkembang. Selanjutnya terserah pada masing-masing negara, apakah ingin mempergunakan kesempatan itu untuk maju, atau mengabaikannya dan menutup diri dari pergaulan internasional. Perkara terjadi ketidakadilan karena hanya negara-negara maju yang dapat mempergunakan kesempatan ini dengan maksimal bukanlah alasan untuk mengolok-olok globalisasi. Biar bagaimanapun juga, setiap negara pasti akan memperjuangkan kelangsungan negaranya, itu adalah sikap yang realistis. Globalisasi tentu memiliki manfaat sekaligus mudharat. Tugas kitalah untuk membedakan mana yang manfaat dan mudharat, kemudian mengambil manfaatnya sebanyak-banyaknya untuk memajukan negara kita. 

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Menjadikan Demokratisasi sebagai Agenda Politik Luar Negeri akan menjadi Masalah

Donald E. Weatherbee: 50 Tahun ASEAN Bukanlah Indikator Keberhasilan Regionalisme

Politik Luar Negeri

Kemerosotan Norma Keamanan Manusia dalam Kebijakan Imigrasi Australia Pasca-1992

Awal dari Kejatuhan: Perkembangan Diskursus Anti-Komunisme di Ruang Publik Vietnam Pasca-Doi Moi