Isu-Isu tentang Perdagangan Internasional


Membicarakan tentang persaingan dunia dalam perdagangan internasional, selalu ada perdebatan tentang perlukah pemerintah ikut campur atau tidak di dalamnya. Dua pihak yang berdebat di sini adalah kaum liberalisme dan merkantilisme.

Liberalisme menganggap bahwa perdagangan harus dilakukan di dalam free market yang mengambang tanpa campurtangan pemerintah. Antara ekspor dan impor harus seimbang. Tujuan utamanya adalah mencapai kesejahteraan bersama dengan perdagangan yang saling menguntungkan.

Merkantilisme menganggap bahwa ekspor adalah segalanya dan impor harus dikurangi. Untuk melakukannya, mereka akan membutuhkan bantuan pemerintah agar melindungi usaha domestik. Prakteknya adalah seperti ini, saat ada barang yang diimpor, maka pemerintah akan meminta agar usaha domestik dapat menciptakan barang yang sama kualitasnya dengan barang tersebut. Setelah berhasil, maka pemerintah akan membantu mempromosikan barang tersebut agar dapat dijual di negara lain (dengan memberikan subsidi, pelindungan, dll). Contohnya adalah Jepang yang lebih banyak menjual Totota ke negara lain, tapi tidak digunakan di negara sendiri.


Bagaimana dengan Indonesia? Masih terdapat keambiguan tentang apa yang akan dilakukan pemerintah dalam berdagang dengan negara lain. Saat ini kita memang masih hanya berupa negara periphery yang belum mampu memproduksi sendiri. Namun anehnya, kita justru menyutujui perdagangan bebas, padahal pemerintah sendiri tidak pernah melakukan usaha untuk melindungi usaha domestiknya.

Kembali soal teori perdagangan internasional, ada sebuah teori yang disebut dengan Hegemonic Stability. Teori ini mengungkapkan bahwa sebuah free market economy jika ingin stabil maka ia memerlukan satu negara adidaya atau hegemoni yang dapat menentukan jalannya free market tersebut. Untuk menjadi negara adidaya di bidang ekonomi, maka sebuah negara harus memiliki kekuatan ekonomi dan militer yang kuat. Militer penting karena tanpa adanya militer, sebuah negara tidak dapat melakukan ancaman. Kekuatan ekonomi adalah soft power dan kekuatan militer adalah hard power, tanpa adanya kedua kekuatan ini sebuah negara tidak akan dapat menjadi hegemoni.

Bagaimana sebuah negara yang kekuatan ekonominya tidak kuat dapat menjadi kuat? Mereka harus membentuk kekuatan dengan regionalnya terlebih dahulu. Prinsip dasar dari organisasi regional adalah menciptakan collective prosperity agar setiap negara tetangga dapat maju bersama dan sama-sama kuat di dunia internasional. Misal negara2 ASEAN daripada harus repot-repot berjualan ke AS, lebih baik jika mereka dapat berdagang di regionalnya sendiri. Hal itu akan meningkatkan kesejahteraan serta kekuatan mereka dan mereka akan seimbang dengan negara hegemon. Untuk melakukannya, akan lebih mudah jika kita memiliki sistem moneter tunggal. 

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Menjadikan Demokratisasi sebagai Agenda Politik Luar Negeri akan menjadi Masalah

Donald E. Weatherbee: 50 Tahun ASEAN Bukanlah Indikator Keberhasilan Regionalisme

Politik Luar Negeri

Kemerosotan Norma Keamanan Manusia dalam Kebijakan Imigrasi Australia Pasca-1992

Awal dari Kejatuhan: Perkembangan Diskursus Anti-Komunisme di Ruang Publik Vietnam Pasca-Doi Moi