Desekuritisasi Iran dan Masa Depan Keamanan Timur Tengah


Pembicaraan dua hari tentang program nuklir Iran yang dilakukan oleh Iran dengan negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB + Jerman yang dilakukan pada 16-17 Oktober 2013 merupakan pertemuan paling progresif dalam rangka peningkatan prospek keamanan di Timur Tengah.

Semenjak revolusi Iran tahun 1979, dunia selalu dibayangi kengerian akan timbulnya eskalasi konflik di Timur Tengah yang dipicu oleh sifat berontaknya Iran. Negara yang mayoritas dihuni oleh pemeluk Islam Syiah tersebut memang telah banyak membuat kebijakan dan pernyataan kontroversial yang dikhawatirkan akan memicu peperangan. Contohnya adalah pernyataan Presiden Mahmoud Ahmadinejad bahwa Iran akan menghapus Israel dari peta dan bahwa Holocaust (peristiwa pembantaian umat Yahudi oleh Nazi, Jerman) adalah mitos belaka. Namun semua itu masih belum ada apa-apanya dibandingkan kebijakan pengayaan uranium yang dilakukan oleh Iran beberapa tahun belakangan. Seluruh dunia bertanya-tanya apakah negara yang kerap kali menunjukkan sikap konfrontatif terhadap dunia Barat, khususnya terhadap Amerika Serikat, tersebut akan membuat senjata nuklir.

Berulang kali dilakukan dialog dengan Iran agar negara tersebut dapat mengurangi pengayaan nuklirnya sampai batas yang dianggap tidak akan dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir, namun hasilnya selalu buntu. Iran sama sekali tidak ingin bersikap kooperatif dengan dunia Barat. Akibatnya, sanksi ekonomi pun diberlakukan oleh Barat kepada Iran. Hal ini menyebabkan poros diplomatik Iran menjadi semakin condong ke dunia Timur, khususnya China dan Rusia, yang tetap menjaga hubungan baik dengan Iran.

Namun, beberapa perubahan signifikan mulai terlihat pada Iran semenjak terpilihnya Hassan Rouhani, seorang ulama moderat yang kerap mengkampanyekan pendekatan yang lebih damai kepada dunia internasional, sebagai Presiden Iran pada 15 Juni 2013. Hanya berselang dua bulan setelah Rouhani terpilih, Agensi Energi Atom Internasional (IAEA) melaporkan bahwa terjadi pelambatan dalam pengayaan uranium Iran. Laporan ini didukung oleh beberapa pidato Hassan Rouhani yang mengungkapkan pertimbangannya terkait surat Obama yang mengatakan bahwa AS akan melenyapkan sanksi ekonomi yang diberlakuan pada Iran jika negaranya mau bersikap kooperatif.

Puncaknya pada tanggal 27 September 2013, Hassan Rouhani melakukan pembicaraan langsung melalui telepon kepada Barack Obama. Ini adalah pembicaraan langsung pertama yang dilakukan antara kepala negara Iran dan AS semenjak revolusi tahun 1979. Obama mengatakan bahwa ia menangkap adanya sinyal bahwa Iran telah siap untuk membuat sebuah kesepakatan terkait program nuklirnya. Semenjak itulah, dunia mulai melihat tanda-tanda melunaknya sikap Iran terhadap dunia internasional.

Setelah pertemuan di Geneva tanggal 16-17 Oktober 2013 kemarin, para peserta pertemuan menyatakan keoptimisan mereka terhadap usaha pencarian resolusi atas program nuklir Iran. Para peserta menyatakan bahwa pertemuan tersebut bersifat substantif dan berorientasi ke depan. Walaupun beberapa pengamat mengungkapkan kekhawatirannya terkait sejarah panjang konfrontasi Iran dengan dunia Barat, namun hampir seluruh media utama mengungkapkan bahwa telah terjadi pergeseran dalam diplomasi Iran dengan dunia Barat.

Sesungguhnya apa yang sedang terjadi dengan Iran hari ini adalah sebuah proses desekuritisasi. Sebuah proses untuk mengembalikan isu-isu yang telah dikontruksikan sebagai isu keamanan yang membutuhkan penanganan ekstra menjadi sebuah isu biasa yang dapat ditangani dengan proses politik yang ada. Dengan adanya desekuritisasi, maka isu-isu yang sebelumnya dianggap ancaman akan berubah menjadi sesuatu yang biasa saja.

Desekuritisasi dilakukan dengan cara tidak membicarakan sebuah isu sebagai isu keamanan sama sekali atau dengan cara menyerahkan kembali penanganan isu tersebut ke dalam mekanisme politik yang ada (Fako, 2012). Pidato adalah instrumen terpenting untuk melakukan desekuritisasi karena sebuah isu dapat menjadi isu keamanan dapat terjadi karena adanya pidato dari aktor yang memiliki otoritas dan pengaruh terhadap orang-orang yang mendengarnya. Melalui pemahaman ini, maka isu keamanan adalah sesuatu yang terkontruksi, sehingga keamanan dapat didekontruksi melalui desekuritisasi (Taureck, 2006).

Dunia Barat dalam hal ini telah melakukan desekuritisasi terhadap isu yang mengatakan bahwa Iran adalah ancaman terbesar bagi dunia. Presiden Obama adalah yang pertama memulai proses ini dengan mengatakan bahwa dia telah menangkap adanya niat baik dari Hassan Rouhani untuk membuat kesepakatan terkait program nuklir negaranya. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh pernyataan beberapa diplomat yang mengikuti pertemuan di Geneva pada 16-17 Oktober kemarin yang menyatakan bahwa Iran telah memberikan proposal yang sangat substantif dan berorientasi ke depan.

Iran juga melakukan desekuritisasi terhadap isu yang mengatakan bahwa negara-negara Barat adalah musuh Islam secara umum dan Iran secara khusus. Hal ini dilakukan oleh Hassan Rouhani melalui pidato-pidatonya yang selalu mempromosikan pendekatan lebih lunak terhadap negara Barat. Dengan bantuan media, pernyataan-pernyataan tersebut tersebar ke seluruh dunia dan semakin menguatkan proses desekuritisasi dua arah ini.

Kepala negara, diplomat, dan media adalah aktor-aktor yang memiliki kemampuan untuk melakukan desekuritisasi. Mereka semua memiliki otoritas dan yang terpenting mereka semua memiliki sekumpulan massa yang dapat dipengaruhi. Apa yang dikatakan para aktor tersebut mungkin tidak benar. Mungkin saja Obama sebetulnya masih memiliki keraguan akan niat Iran dalam membuat kesepakatan. Mungkin saja Hassan Rouhani pun masih memiliki rencana lain di balik usahanya menampilkan wajah Iran yang lebih moderat ke dunia internasional. Namun yang berpengaruh dalam proses desekuritisasi bukanlah apa yang para aktor sembunyikan dari publik, melainkan apa yang para aktor sampaikan pada publik (Taureck, 2005). Oleh sebab itu, proses desekuritisasi dua arah ini menjadi efektif.

Dengan adanya desekuritisasi dua arah yang sedang terjadi saat ini, maka peningkatan prospek keamanan di Timur Tengah menjadi memungkinkan. Sebab hal-hal yang sebelumnya dianggap ancaman perlahan-lahan akan berubah menjadi sesuatu yang biasa. Dunia internasional tidak perlu lagi takut pada program nuklir Iran karena para pemimpinnya telah berkata demikian. Penduduk Iran juga tidak perlu lagi takut pada dunia Barat karena pemimpinnya telah berkata demikian. Semua ini dapat terjadi jika proses desekuritisasi dua arah ini terus berlangsung. Itulah sebabnya kita dapat optimis terhadap peningkatan prospek keamanan di Timur Tengah.

Comments

Popular posts from this blog

Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis: Kembalinya Gerakan Buruh untuk Menentang Kapitalisme

Bagaimana Menjadikan Demokratisasi sebagai Agenda Politik Luar Negeri akan menjadi Masalah

Perkembangan Perekonomian Asia Tenggara

Dinamika Perubahan Norma Internasional (Review Makalah Finnemore dan Sikkink)

Donald E. Weatherbee: 50 Tahun ASEAN Bukanlah Indikator Keberhasilan Regionalisme