Calon dan Kriteria Negara Maju di Kawasan Asia (Prolog)


Selama dua abad lamanya peradaban Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa telah menikmati posisinya di puncak dunia ini. Selama dua abad tersebut, nilai-nilai Barat telah berhasil menghegemoni segala aspek kehidupan, mulai dari politik, sosial, ekonomi, sampai dengan budaya. Menyikapi hal ini, negara-negara Asia hanya mampu menjadi penonton. Secara pasif, mereka terus menerus menelan nilai dan praktek yang dilakukan oleh Barat, sehingga menjustifikasi posisi Barat sebagai hegemon. Namun hari ini, era tersebut telah berakhir.

Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, berbagai negara di Asia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang amat drastis. Diawali dengan Jepang yang berhasil menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia pada tahun 1970-an dan disusul oleh China di awal abad ke-21 ini. Di belakang mereka, mengejar juga India, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan tentu saja Indonesia. Semua negara tersebut kini sedang berada dalam sebuah balapan menuju kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Diprediksikan bahwa pada tahun 2030, China, India, Indonesia, Jepang akan masuk dalam lima besar ekonomi terbesar ke dunia dengan masing-masing mendapat peringkat pertama, ketiga, kelima, dan keenam (Lihat Tabel I).

Data dari World Economic Outlook menyebutkan bahwa kekuatan ekonomi negara-negara Asia mengalami peningkatan sebanyak tujuh kali lipat dari tahun 1950-2005. Data yang lebih komprehensif lagi dari Norwegian Institute of International Affairs (NUPI) menunjukkan bahwa selama tahun 1990-2010, kepemilikan Asia atas GDP dunia telah naik dari 23 persen menjadi 34 persen. Sebaliknya, Barat justru terus mengalami penurunan kekuatan ekonomi semenjak tahun 1990-an. Berdasarkan data dari NUPI, disebutkan bahwa selama 1990-2010, kepemilikan Amerika Serikat dan Uni Eropa atas GDP dunia telah menurun dari 51 persen menjadi 42 persen.

Tabel I
Proyeksi sepuluh besar kekuatan ekonomi dunia 1990-2030
Peringkat
1990
USD trn
2000
USD trn
2010
USD trn
2020
USD Trn
2030
USD trn
1
AS
5.8
AS
10
AS
14.6
China
24.6
China
73.5
2
Jepang
3
Jepang
4.7
China
5.9
AS
23.3
AS
38.2
3
Jerman
1.5
Jerman
1.9
Jepang
5.6
India
9.6
India
30.3
4
Perancis
1.2
Inggris
1.5
Jerman
3.3
Jepang
6
Brazil
12.2
5
Itali
1.1
Perancis
1.3
Perancis
2.6
Brazil
5.1
Indonesia
9.3
6
Inggris
1
China
1.2
Inggris
2.3
Jerman
5
Jepang
8.4
7
Kanada
0.6
Itali
1.1
Itali
2
Perancis
3.9
Jerman
8.2
8
Spanyol
0.5
Kanada
0.7
Brazil
2
Rusia
3.5
Meksiko
6.6
9
Brazil
0.5
Brazil
0.6
Kanada
1.6
UK
3.4
Perancis
6.4
10
China
0.4
Meksiko
0.6
Rusia
1.5
Indonesia
3.2
Inggris
5.6

Sumber: IMF, Standard Chartered Research

Dalam kuliah umumnya di TED Talks, Joseph Nye menjelaskan bahwa dunia hari sedang mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi adalah perubahan kekuatan di antara negara-negara. Negara yang sebelumnya lemah menjadi kuat, negara yang kuat menjadi lemah. Secara sederhana, Nye mengatakan bahwa hari ini kekuatan global sedang beralih dari Barat ke Timur.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Kishore Mahbubani dalam bukunya The New Asian Hemisphere: The Irresistible Shift of Global Power to Asia. Mahbubani menjelaskan bahwa masa dimana Barat mendominasi segala aspek kehidupan di dunia ini sudah usai. Akan tetapi, masa dimana Asia menjadi hegemon dunia pun masih belum tiba. Bagaimana pemimpin-pemimpin Asia bereaksi terhadap fenomena peralihan kekuatan global inilah yang akan menentukan apakah Asia dapat menjadi hegemon dunia di masa depan. Dengan kata lain, fenomena peralihan kekuatan global ini adalah momentum yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh pemimpin negara-negara Asia.

Indonesia, sebagai salah satu negara Asia yang juga ikut menikmati peralihan kekuatan dari Barat, juga memiliki andil besar dalam menentukan apakah Asia dapat menjadi hegemon dunia. Sebab, Indonesia juga diprediksi akan menjadi lima besar kekuatan ekonomi dunia di tahun 2030 (lihat Tabel I). Namun semua prediksi itu akan menjadi sia-sia ketika pemimpin Indonesia tidak mampu bereaksi secara tepat terhadap momentum yang tercipta melalui peralihan kekuatan global ini. Untuk itu pemimpin Indonesia harus mempelajari segala yang telah dilakukan oleh calon negara maju di kawasan Asia dalam menyambut peralihan kekuatan global ini agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan dapat mengambil kebaikan yang dimilikinya.

Tulisan yang akan dibagi dalam tujuh postingan ini akan menjelaskan mengenai segala hal yang berhasil membuat negara-negara Asia mampu bangkit menjadi negara maju. Menurut Kishore Mahbubani, terdapat tujuh kriteria yang dapat mendukung hal tersebut, yaitu: (1) penerapan sistem pasar bebas; (2) perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) komitmen terhadap meritokrasi; (4) sifat pragmatis; (5) komitmen terhadap budaya perdamaian; (6) penegakan rule of law; (7) perhatian terhadap pendidikan. Tulisan yang akan dibagi dalam tujuh postingan ini akan menjelaskan bagaimana praktek yang telah dilakukan oleh calon-calon negara maju di kawasan Asia untuk memenuhi ketujuh kriteria tersebut dan bagaimana pemenuhan tersebut dapat berkontribusi bagi kemajuan negara mereka.

Comments

Popular posts from this blog

Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis: Kembalinya Gerakan Buruh untuk Menentang Kapitalisme

Book Review: Bioteknologi dan Kapitalisme: Perubahan Makna Kehidupan Manusia

Book Summary: Chapter 11 The American Democracy: Congress: Balancing National Goals and Local Interests

Dinamika Perubahan Norma Internasional (Review Makalah Finnemore dan Sikkink)

Mengapa Paus Francis Tidak Begitu Bijak: Hubungan Kapitalisme-Agama dan Implikasinya